Jika dianalisis dari sudut pandang pisau analisa “kita”, maka sudah semestinya sejarah menjadi sebuah salah-satu hal pokok yang selalu harus kita lihat dan pelajari. (karena keliru jika berkata, bahwa sejarah adalah masa lalu yang tidak penting untuk diungkit kembali). Bagi kaum revolusioner, sejarah adalah masa lampau, masa kini dan yang akan datang. Bahwa (masa kini adalah manifestasi dari masa lampau, dan masa kini yang menentukan masa akan datang). Seorang revolusioner, tidak akan matang dalam hal gagasan, konsep dan kerja-kerjanya. Jika, tak pernah membuka lembaran sejarah dan belajar dari setiap pengalaman yang sudah dilalui. Hal itulah yang akan mendorong gagasan, konsep dan kerja-kerja yang kongkrit dan strategi taktik yang matang.
Pengalaman-pengalaman
di lembaran sejarah gerakan pastinya menuai keberagaman hasil, mulai dari gagal
sampai suksesnya atau sesuainya hasil dengan tujuan sebelumnya. Seorang
revolusioner akan belajar memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu dan
menjadikan yang terbaik dari hal baik yang sudah di capai sebelumnya. Itulah
salah-satu pekerjaan hakiki dari seorang revolusioner.
Oleh
sebab itu, untuk menyusun strategi taktik perjuangan kedepan, jangan pernah
malu untuk terlebih dahulu membongkar kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan
dalam perjuangan sebelumnya, agar tidak hanya menilai track record perjalannya
tapi memperbaikinya agar lebih baik dan lebih baik lagi.
Sepintas Mengenai Pembentukan GPMD
Gerakan
perjuangan Mahasiswa Demokratik yang kemudian disingkat GPMD digagas dan
dibangun atas dasar inisiasi untuk memunculkan warna baru dan ikut tercatat
dalam gerakan mahasiswa kota Parepare. Yang pada saat itu serasa tak terlihat.
GPMD
terbentuk yang tidak lama kemudian langsung terintegrasi dengan Organisasi atau
jaringan Nasional yang coba dibangun oleh beberapa organisasi mahasiswa dari
berbagai daerah. Sikap dan keputusan diambil belum bisa dinilai salah atau
benar, tapi didalam perjalannya harusnya kita mampu menemukan apa yang kemudian
menjadi kesalahan mendasar yang membuat GPMD maupun SGMK yang awalnya JGM ->
JGMK tak berjalan sesuai dengan pikiran ideal para penggagasnya. Sekali lagi
yang harus kita bongkar adalah kesalahan yang mungkin terselip di antara
kesuksesan-kesuksesan kecil yang pernah kita capai.
Pembangunan
GPMD terbilang pembangunan organisasi Mahasiswa yang super cepat. Tak
membutuhkan waktu lama GPMD pun melakukan kongres dan mendeklarasikan dirinya.
Tetapi kembali lagi mengapa pada sampai hari ini mulai dari saat menggagasnya
seakan tak menunjukkan perubahan yang signifikan. Bahkan kesannya seperti stag
atau jalan di tempat.
Mengacu
pada pisau analisa kita, semua pastinya di pengaruhi oleh pelbagai macam faktor
yang entah itu besar atau pun kecil. Tapi bukan masalah pengaruh yang besar
atau kecil, yang harus disoroti adalah internal dari GPMD itu sendiri. Bahkan
jika pengaruh dari kecil sekalipun, tapi ketika interen GPMD tak mampu
memenangkan kontradiksi itu, pastinya akan berubah sesuai dengan dorongan dari
faktor atau pengaruh dari luar tersebut.
Apakah
kita (pendiri GPMD) bisa dikatakan terburu-buru dalam proses pembangunannya ?
terkadang idealisasi dari sesorang akan memabukkan dan selalu berpatokan
bagaimana merealisasikan pemikiran ideal tersebut, namun menafikkan basis
material yang ada.
Oleh
karenanya untuk kesekian kalinya mari kita belajar dari kesalahan-kesalahan
yang terlupa didalam sejarah perjuangan kita.
Oto Kritik di Antara Penggagas
GPMD
Dalam
proses pembangunannya, harus diakui bahwa tidak sedikit hambatan yang ditemui,
yang notabenenya kita masih termasuk pelopor yang kapasitas organiser dan
kapasitas intelektual (dalam bidang tersebut) masilah minim, dan itu adalah
kebanggaan tersendiri mampu melakukan dan melewatinya. Tapi , belum bisa
dijadikan acuan dan kebanggan abadi. Sebab, setelah hari ini ternyata begitu
banyak kesalahan-kesalahan yang telah kita lewatkan dan belum sempat untuk di
perbaiki.
Secara
umum dan menjadi kesalahan serta tanggungjawab bersama ialah, harus diakui
bahwa dalam proses pembangunan GPMD di Parepare terbilang terburu-buru. Posisi
tawar di kampus dari para penggagas (dalam hal ini Mammang, Pallik, Fikri)
belumlah terlihat, basis ril belumlah ada, kemudian gagasan-gagasan dan konsep
strategi taktik yang belum jelas dan matang. Sehingga “harus di akui” bahwa
hasilnya tidaklah sesuai dengan pikiran ideal dari para pelopor muda ini. Dan
itu harus di akui sebagai kesalahan besar !.
Ada
beberapa landasan atau yang kemudian menjadi alasan mengapa hal tersebut di
atas menjadi penghalang dalam merealisasikan gagasan dan konsep kita. Pertama kemalasan, malas dalam berbagai
hal, sekali lagi itu harus di akui. Hampir tidak ada sama sekali diskusi
penguatan ideologi yang berjalan semestinya. Kemudian aktifitas kampus yang
kurang (malas ke kampus), itulah yang kemudian menjadi boomerang berikutnya yang kemudian menghambat laju perjuangan.
Padahal kita pun sadari bahwa target pengorganisiran kita adalah Mahasiswa, dan
ladang perjuangan kita adalah kampus. Kedua
keragu-raguan, ragu dalam bertindak dan melangkah menjadi salah-satu dari
banyaknya kesalahan kita. Ragu dalam hal menyambung komunikasi dengan
organisasi-organisasi sekawan, dan yang yang paling penting juga kita masih
ragu untuk “tarung gagasan dengan organisasi lain yang mendominasi kota
parepare waktu itu dan sampai hari ini, ialah perkumpulan Cipayung. Ketiga tidak mampu mengatur atau
memanagement kerja. Hampir tidak ada strategi taktik dan pembagian kerja yang
kongkrit dan matang pada proses pembangunannya. Padahal itu adalah salah-satu
faktor pendorong lancarnya proses perjuangan kita
Harus
diakui bahwa pernah waktu itu (mammang dan pallik melakukan pengorganisiran di
sektor pelajar, yang pada saat bersamaan masih juga merintis pembangunan di sektor
Mahasiswa). Apakah itu sebuah kesalahan, jelas ! analoginya seperti ini,
“prajurit sisa dua orang dengan senjata bambu yang tak lagi runcing, ingin
melawan dua negara penjajah secara bersamaan atau sekaligus” memang bukanlah
suatu hal yang mustahil. Tetapi sekali lagi coba kita analisis dengan teori
MDH, maksudnya, bagaimana dari segi kuantitas –kualitasnya kira-kira siapakah
yang akan memenangkan kontradiksi itu, coba kawan-kawan analisa baik-baik.
Berikutnya
yang menjadi kesalahan juga ialah, kaderisasi yang dilakukan seolah hanya
pemberian materi saja yang ekstrimnya mencoba melakukan metode doktrinisasi,
tanpa ada metode penyadaran, yang sejatinya itulah yang seharusnya kita
lakukan. Sehingga hasilnya pun tidak lah patut di banggakan. Hampir semua calon
anggota bahkan yang telah diresmikan sebagai anggota berlalu dan enyah entah
kemana.
Ketua Pertama Dan
Kesalahan-kesalahannya (Mammang)
Watak
kepemimpinan “otoriter” sempat menjadi masalah besar yang telat disadari yang
pada saat itu mampu menjadi penghancur dan hambatan kuat dalam proses
pembangunan GPMD. Harus saya akui bahwa sikap dan watak yang berbau otoritarian
sempat bercokol di kepala pimpinan organisasi yang berasaskan “Demokrasi
Kerakyatan” ini (GPMD).
Dan
saya pun mengakui bahwa hal itulah yang kemudian sempat menghambat perjuangan
kita, terbukti bahwa diawal kepemimpinan saya, pikri sibuk dengan dunia
“kanak-kanaknya”, anggota perempuan (Ibo’, anti, unna, ifa, dan tini) masihlah
belum dewasa dan belum memiliki rasa keberpunyaan terhadap organisasi yang
selanjutnya “tiga” dari anggota perempuan tersebut memundurkan diri setelah
diadakannya “kritik oto kritik” dalam rapat evaluasi kerja-kerja organisasi.
Dan sama tidak dewasanya mereka (anggota perempuan) dengan Kawan pallik, yang
dengan alasan “keluarga” mengundurkan diri dari organisasi, walau sebenarnya
alasan kemundurannya yang sebenarnya ialah karna sikap otoritarian tersebut
dari saya (mammang) yang pada saat itu dipercayakan untuk memimpin organisasi.
Artinya
bahwa saya (mammang), kawan Fikri, kawan Pallik dan beberapa anggota perempuan
mempunyai kesalahan yang itu menjadi tanggung jawab bersama.
Pallik Dengan Sikap
“Ketidakdewasaannya”
Saya
mengakui bahwa sikap otoritarian yang sempat muncul di masa kepemimpinan saya
(mammang) ialah sebuah kesalahan besar dan yang kemudian membuat kawan Pallik
memilih untuk menjauh dan seakan tidak berniat untuk membicarakannya dalam
sebuah forum ilmiah. Kupikir tindakan dan pilihan yang di ambil oleh kawan
pallik adalah sebuah tindakan yang tidaklah “dewasa”. Walaupun “kembali lagi”
itu adalah kesalahan dan tanggung jawab bersama.
Hal
ini harusnya menjadi pelajaran dimasa akan datang, sesaui dengan harapan dari
dituliskannya evaluasi ini. Dari sikap anggota dan sampai ke jajaran pengurus
haruslah sesuai dengan asas dan prinsip-prinsip organisasi dan program
perjuangan.
Fikri Dengan Hedonismenya
Setelah
Pallik menyatakan mundur dari gerakan, bisa dibilang GPMD yang pada saat itu
sedang mempersiapkan Kongresnya mengalami “mati suri”. Anggota-anggota perempuan
sudah semakin sulit untuk di koordinasikan di tambah lagi kawan fikri yang
mulai sibuk dengan lingkungan-lingkungan yang jauh dari kerja-kerja organisasi,
bahkan tak bersinggungan sama-sekali.
Pikri
mulai sibuk dengan lingkungan baru. Bergabung dengan komunitas scooter dan
menggilai komunitas reggae. Hampir tidak ada kerja-kerja yang bertujuan
memajukan organisasi. Tapi hanya memuaskan kebutuhan invidualis semata.
Tapi
harus diakui juga, semenjak saat itu bisa dibilang kami (mammang & fikri)
tinggal berdua yang masih menopang organisasi, setidaknya masih mempunyai niat
dan masih menulis nama GPMD dalam sehelai kertas, walaupun pada kenyataannya
hanyalah beronani dengan teori-teori dan kesibukan-kesibukan hedon pada waktu
itu.
Sebenarnya
sikap “kekanak-kanakan” hampir semua pelopor memiliki itu, ketidak seriusan
belumlah ditunjukkan dan rasa keberpunyaan organisasi masihlah di mulut saja
tapi belum bisa dan mampu untuk di realisasikan dalam pengerjaan basis material
sebagai dasar pekerjaan perjuangan kita.
Lahirnya Generasi baru
Diantara
banyaknya kesalahan-kesalahan dan kegagalan kita, setidaknya kita masih mampu
memperbaiki sebagaiannya dengan kedewasaan semu. Hingga kemajuan setelah
melalui beberapa hambatan dan masalah mampu di realisasikan.
Kembalinya
pallik dalam garis perjuangan, dan sedikit matangnya stratag perjuangan
akhirnya mampu melahirkan generasi baru di GPMD, pendidikan anggota berhasil
kita lakukan dengan calon anggota atau peserta yang lumayan banyak (bagi
organisasi sekaliber GPMD).
Lahirnya
generasi baru dijemput dengan harapan-harapan dan program yang sudah semakin
serius, tapi kenyataannya dalam proses perjalanannya masihlah sama saja seperti
di masa awal-awal pembentukan. Lalu apa yang kemudian menjadi kesalahan berikut
yang harus kita bongkar.
Dinamika
dalam proses perjalanan GPMD, sama halnya dengan kelompok atau organisasi lain,
harus diakui bahwa setelah melakukan pendidikan anggota atau selesainya proses
kaderisasi, sudah menjadi kebiasaan bahwa hampir semua anggota atau calon anggota
tidak lah akan bekerja sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan hanya menjadi
kader mistis (yang kadang muncul dan kadang menghilang).
Strategi
taktik semacam membentuk komite-komite kampus sudahlah mapan untuk menopang dan
membagi kerja perjuangan. Tapi yang menjadi kesalahan sehingga tak berjalan
sesuai yang di harapkan ialah kita belum mampu mengemban tugas dan tanggung
jawab sesuai yang sudah disepakati bersama. Menjalankan kerja-kerja komite
kampus masih menjadi hambatan yang belum bisa dipecahkan akar masalahnya.
Terperangkap Dalam Organisasi
Intra Kampus / UKM PKM
Sudah
menjadi pengetahuan bersama bahwa NKK BKK yang saat ini di kenal UKM PKM adalah
penyakit bagi perjuangan organisasi ekstra yang tujuannya lebih mulia dari UKM
PKM. Mencoba mengingatkan kembali bahwa, NKK BKK atau UKM PKM adalah hasil dari
strategi orde baru dalam meredam radikalisasi mahasiswa dan organisasi ekstranya
yang mencoba mengancam eksistensi orde baru masa itu. Tapi sebuah kesalahan
besar dan sebuah kebodohan kita (dimasa kini) yang ternyata masih jatuh di
lubang yang sama.
Hampir
semua kader GPMD bahkan organisasi lain mengalami hal itu, ialah terperangkap
dan terkungkung di dalam kesibukan-kesibukan kampus. Hingga efek yang di
berikan kepada organisasi ialah ketidak aktifan kadernya dan tidak berjalannya
program-program mendasar gerakan atau organisasi.
Padahal
kalau di analisa baik-baik, sebenarnya UKM PKM bisa menjadi ladang tarung
gagasan dan propaganda perluasan gerakan. Bagi seorang revolusioner yang sudah
matang dalam berbagai halnya menjadikan UKM PKM sebagai tempat dimana ia
menyebar agitasi dan propagandanya atau menjadikan UKM PKM sebagai target atau
tempat untuk memperluas jaringan gerakan. Lalu apa yang menjadi kesalahan kita,
pertama tidak ada pendiskusian khusus untuk membicarakan hal tersebut (dalam
artian, siapa dan bagaimana strategi taktik dalam memasuki UKM PKM), kedua
menegaskan kerja-kerja apa yang seharusnya di lakukan jika terlibat di sebuah
UKM PKM atau kesibukan kampus sehingga ketika terlibat dalam kesibukan kampus
juga tidak terlepas dari kerja-kerja mendasar sebagai seorang kader.
Sampai
saat ini harus di akui juga, bahwa beberapa kader terlibat di beberapa
organisasi kampus masing-masing, namun bukannya kemajuan bagi gerakan yang
diberikan justru kemunduran dari kader itu sendiri dan yang sudah menjadi
konsekuensi merembet pula pada kemajuan gerakan secara organisasional.
Apa
yang harus kita kerjakan ? dan apa yang harus kita lakukan untuk menutupi
lubang-lubang kesalahan kita ? itulah pertanyaan yang menjadi dasar dan
pemantik dari apa yang telah kita bongkar mengenai kesalahan-kesalahan dalam
proses pembangunan organisasi kita (gerakan perjuangan Mahasiswa Demokratik).
Semoga mampu menjadi awal dan pemantik semangat untuk membangun GPMD lebih
besar secara kuantitas maupun kualitasnya.
Menuju
sebuah kesuksesan pastinya akan menuai pelbagai macam kegagalan, dan setiap
kesalahan yang mendorong kegagalan itu pastinya ada kesempatan dan banyak cara
untuk memperbaikinya. Tapi “itu pun” ketika selagi kita masih berniat untuk
maju dan bergerak dalam perjuangan kita sebagai kader GPMD kota Parepare.
Salam Perjuangan
Mammang***
Mammang***
0 komentar:
Posting Komentar