photo hhhhhhhhiii_zps9dd37855.jpeg" />  photo hhdrhhdhdrhdh_zps2794a59b.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />
Home » » MAHASISWA Ber ”OTAK” an Anak SMA

MAHASISWA Ber ”OTAK” an Anak SMA

MAHASISWA Ber ”OTAK” an Anak SMA
http://gpmdsgmkparepare.blogspot.com/
Melihat gambaran umum di Indonesia, kalangan Mahasiswa selalu di anggap sebagai kaum Intelektual, berbeda dengan seseorang yang masih berstatus seorang pelajar SMA/sederajat. Tapi itu kemudian tidak menjadi pembenaran untuk selalu beranggapan demikian. Terbukti bahwa banyak juga Pelajar SMA lebih luas kapasitas keilmuannya di bandingkan Seseorang yang berstatus Mahasiswa yang terkadang “dangkal” dalam berfikir.

Saya tidak kemudian mencoba membanding-bandingkan antara kedua klas generasi tersebut. Tapi lebih kepada kembali mengintropeksi diri secara pribadi dan saling mengingatkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan betapa bahayanya budaya apatisme dan hedonis yang kini secara masif menggerogoti aktifitas Mahasiswa.

Kembali pada anggapan masyarakat luas bahwa mahasiswa selalu di anggap sebagai orang yang lebih berpengetahuan di bandingkan pelajar SMA. Dan “anggaplah” memang seperti itu. Sehingga kita bisa menilai bahwa kenyataannya banyak kemudian kalangan mahasiswa yang masih berwatak pelajar atau siswa, ekstrimnya – mau pelajar SMA atau Mahasiswa sama saja.

Apa yang kemudian menjadi sebab sehingga membedakan seorang Mahasiswa dan Pelajar SMA itu begitu sulit hari ini. Ternyata yang menjadi benang merahnya terdapat di lingkungan mahasiswa (kampus) itu sendiri. Tradisi keseharian mahasiswa yang bersipat aktivisme dan revolusioner tak lagi banyak di tunjukkan mahasiswa hari ini. Tapi lebih kepada keapatisan mahasiswa yang kini terlihat. Pergulatan mahasiswa secara individu maupun kelompok/organisasi menjadi hal urgen yang kemudian termanifestasikan ke kehidupan mahasiswa itu sendiri. Di tambah lagi dengan kesibukan akademisi yang tak mampu di manage atau berlebihan sehingga akses aktifitas keluar kampus jadinya berkurang bahkan hilang sama sekali. Hal itu bukan tidak mempunyai sebab juga, bahkan dari kurikulum, regulasi kampus bahkan sistem ekonomi politik pun menjadi hal yang mampu mempengaruhi terkikisnya budaya-budaya kritik pada diri mahasiswa.

Perlu kita ketahui bahwa regulasi, kurikulum dan media bisa menjadi jalur hegemoni terhadap kehidupan mahasiswa yang pada hakikinya lebih membawa orientasi-orientasi keapatisan dan hedonisme yang menghantam kehidupan mahasiswa yang katanya mempunyai perisai yang mampu memfilter dengan kata lain selektif terhadap perkembangan zaman, walau pada kenyataannya mahasiswa kini tergerus oleh hal tersebut. Ketidakmampuan itulah yang kemudian memacu mahasiswa-mahasiswa yang masih membudayakan budaya-budaya kritis untuk kembali mendiskusikannya dana kemudian membawa mahasiswa kembali ke jalan yang benar.

Ini hanya menjadi penilaian objektif yang menjadi awal untuk kita (mahasiswa) mendiskusikan lebih jauh lagi. Pada intinya intropeksi diri untuk kembali berfikir mengembalikan atau menghidupkan lagi budaya-budaya mahasiswa yang kini terkikis oleh zaman.

AR.  

0 komentar:

Posting Komentar

Download Buletin

Populer Post

 
Hak Cipta : Komite Pusat - Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik SGMK Kota Parepare | ' | AR. Ame' FB
Copyright © 2013. Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik Parepare - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by RED LEFT