photo hhhhhhhhiii_zps9dd37855.jpeg" />  photo hhdrhhdhdrhdh_zps2794a59b.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />
Home » » Gerakan Mahasiswa

Gerakan Mahasiswa

Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa

Angkatan muda Indonesia dalam sejarahnya turut memberi andil dalam perubahan sosial yang terjadi.di Indonesia, baik pada masa pra kemerdekaan, kemerdekaan, orde zaman Soekarno, dan zaman Soeharto. Pada tahun ’98 ketika Soeharto berhasil turun akibat aksi massa mahasiswa (dan juga bahwa turunnya Soeharto adalah karena pihak ekonomi internasional tidak lagi percaya kepadanya), seperti terulangnya peristiwa ’66 ketika Soekarno juga turun karena desakan mahasiswa. Status mahasiswa kembali menguat dengat mitos sebagai agen perubahan sosial di masyarakat. Padahal turunnya Soekarno pun akibat pertarungan politik angkatan darat didalamnya, yang mencoba mem’backing’ gerakan mahasiswa yang menuntut perubahan. Lalu apakah sepenuhnya benar bahwa gerakan mahasiswa itu mampu menjadi agen utama perubahan sosial? bukankah justru sebuah gerakan rakyat, -gerakan mahasiswa turut berkorelasi didalamnya- yang dapat mengubah tatanan kehidupan sosial secara keseluruhan, misal: mahasiswa ‘68 di Prancis (meskipun akhirnya tidak berhasil penuh melakukan revolusi, tapi yang perlu diingat gerakan ini berawal dari gerakan mahasiswa yang menuntut pemenuhan sos-ek bagi mahasiswa, yang akhirnya meluas menjadi gerakan rakyat).
Pra kemerdekaan, awal dari munculnya gerakan pemuda di Indonesia adalah dibentuknya Boedi Oetomo 1908 diprakarsai oleh dr. Soetomo. Selanjutnya, para pelajar STOVIA membentuk sebuah organisasi yang bernama Trikoro Dharmo pada tahun 1915, dalam kerangka pemuda (bukan mahasiswa) dan juga belum menemukan konsep nasionalisme yang jelas untuk memerdekakan diri. Setelah itu, mulailah menjamur organisasi kepemudaan di Indonesia, namun masih bersifat kedaerahan, seperti: Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Minahasa, dsb. Pada tahun ‘belasan’ ini, para mahasiswa yang berada di negeri Belanda pun turut membentuk sebuah organisasi bernama Indische Partij. Selanjutnya, angkatan ’20 dalam organisasi pemuda mulai meleburkan diri menjadi satu dengan mulai menemukan semangat nasionalisme, adanya Sumpah Pemuda 1928.
Sementara itu, akibat mulai maraknya pemberontakan PKI (1926) dan pemogokan buruh, maka pemerintahan kolonial mulai represif terhadap organisasi. Alternatif pergerakan kepemudaan yang muncul adalah dibentuknya kelompok studi, seperti Indoneische Studie Club (IS), Algemenne Studie Club (AS). Aktivitas kelompok studi ini adalah mempelajari kondisi dan persoalan konkrit yang berhubungan dengan rakyat, dan mencari alternatif bagi perbaikan terhadap persoalan tersebut, juga turut dalam mendukung pemogokan buruh. Kelompok studi tersebut, pada tahun 1930-an bertransformasi menjadi partai: PBI, PNI, Parindra, Partindo.
Ketika Jepang datang menjajah, semua organisasi pemuda dibubarkan. Pemuda dimasukkan dalam Seinenden Keibodan (Barisan Pelopor), dan PETA (Pembela tanah air) untuk di didik politik untuk kepentingan fasisme. Pilihan logis bagi pemuda untuk bergerak melawan fasis Jepang adalah dengan gerakan bawah tanah (rapat gelap, penyebaran pamflet), namun masih berhubungan dengan organisasi legal pro kemerdekaan.
Pada masa kemerdekaan, perjuangan kaum muda terlihat dengan mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan nasional, tanpa pamrih.
Pasca kemerdekaan, terjadi peningkatan kuantitas mahasiswa. Pada tahun 1946-1947, tercatat ada 387 mahasiswa, namun pada tahun ’50,’60, terjadi peledakan jumlah mahasiswa. Pada tahun ’65, tercatat sekitar 280 ribu mahasiswa. Ormas mahasiswa pun ramai bermunculan: Himpunan Mahasiswa Islam (5 Februari 1947), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (25 Mei 1947), Gerakan mAhasiswa Nasional Indonesia (23 Maret 1954), Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (1956). Biasanya kemunculan ormas tersebut adalah memiliki hubungan dengan partai tertentu, baik karena “seideologi” ataupun “onderbouw”: HMI (Masyumi), PMKI (Parkindo), GMNI (PNI), CGMI (PKI).
Sebuah terminologi ‘gerakan mahasiswa’ muncul pada tahun ’66 ketika mahasiswa menuntut diturunkannya rezim Soekarno. Padahal gerakan mahasiswa ini adalah akibat permainan politik elit yang turut membawa mahasiswa secara tidak sadar ikut berperan dalam permainan yang diselenggarakan oleh TNI (Soeharto). Hubungan yang mesra antara militer dan mahasiwa terjadi, terbukti dengan sering diadakannya diskusi politik mengenai pemerintahan Soekarno, yang mahasiswa mengundang pejabat militer sebagai pembicara. KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) adalah alat mahasiswa untuk menjatuhkan Soekarno. KAMI didirikan atas kerjasama HMI, GMNI, SEMMI, SOMAL,PELMASI, MAPANTJAS dengan diprakarsai oleh Prof Dr. Syarif Thayeb pada tgl 25 Oktober 1965. Meskipun Syarif Thayeb secara formal adalah menteri pendidikan pada masa pemerintahan Soekarno, namun secara fungsional ia adalah berasal dari TNI yang saat itu sedang bermanuver untuk melumpuhkan PKI.
Rezim pengganti Soekarno, yaitu yang mengaku dirinya Orde Baru (Soeharto), mengagungkan perjuangan mahasiswa yang turun ke jalan dengan aksi massa dan anti PKInya. Namun, Soeharto sadar bahwa gerakan mahasiswa itu haruslah tetap sesuai dengan jalur skenario politik sesuai keinginannya. Fungsi gerakan mahasiswa tidak ada arti lagi bagi Soeharto karena toh telah menaikkan dirinya menjadi seorang penguasa.
Pasca peristiwa Malari (15 Januari 1974) membuktikan alokasi peran mahasiswa yang diberikan oleh pemerintah. Malari adalah gerakan mahasiswa yang menentang orba akibat akumulasi dari praktek-prakek orde baru yang ternyata penuh korupsi, campur tangan modal asing (Jepang dan AS). Maka kedatangan PM Jepang Tanaka pada tgl 15 Januari, dihadang dengan aksi massa mahasiswa yang besar, namun berhasil diredam dengan militer, yang mengakibatkan 9 orang meninggal, dan penjarahan, pembakaran terjadi di ibukota. Pasca peristiwa tersebut, pemerintah mengeluarkan SKM (surat keputusan menteri) 028/1974 yang mengatur bahwa mahasiswa wajib mendapatkan izin pimpinan perguruan tinggi apabila hendak melakukan diskusi atau seminar yang menyangkut dengan pemerintah.
SKM 028 tersebut ternyata banyak kampus yang tidak terlalu ketat melaksanakannya. UI pun masih dapat mengundang pihak luar dalam diskusi politik mengenai kritik terhadap pemerintahan Orba. Pada tahun 1977, ternyata kondisi sosial ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Pengangguran makin meningkat, 8,3 juta orang menganggur pada ’77 dibandingkan pada tahun ’61 yang hanya terdapat 3,6 juta orang. Hutang pun meningkat, dari 11,255 juta dolar pada tahun’77 dibandingkan dengan 600 juta dolar pada masa orde lama. Mahasiswa mendapatkan kebohongan akan janji pemerintah yang pada peristiwa malari menjanjikan akan memperbaiki kesejahteraan rakyat. Menjelang pemilu ’77, mahasiswa mengkampanyekan golput. Aksi mahasiswa pun kembali marak di jalan: menolak kemenangan Golkar yang dinilai cacat, menuntut Soeharto mundur, tidak mempercayai lagi MPR, dan mengatakan bahwa demokrasi telah mati di bawah kuasa orde baru.
Melihat situasi demikian, orba tidak ingin peristiwa Malari terulang kembali. Pemerintah memberlakukan SK 0156/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus, dan SK 037/1979 tentang badan Koordinasi kemahasiswaan. NKK/BKK lebih mengetatkan peraturan ’74 sebelumnya tentang segenap kegiatan mahasiswa baik kurikuler maupun non kurikuler dikontrol oleh perguruan tinggi. Dewan mahasiswa dibubarkan.
Di samping itu, pada tahun yang sama juga dikeluarkan SK 0124, mengenai pemberlakuan sistem kredit semester yang terprogram secra intensif, yang harus ditempuh oleh mahasiswa maksimal 12 semester.
Ketatnya kewajiban mahasiswa menyelesaikan beban studi dan juga ketatnya pembinaan kegiatan non akademik, membuat alternatif gerakan mahasiswa pada tahun 80-an adalah berupa kelompok studi, dan aktif di LSM. Namun, akibat depolitasisi yang diberlakukan orba ini membuat minimnya jumlah mahasiswa yang menjadi aktivis dalam kelompok studi ataupun LSM. Mayoritas dari mereka memanfaatkan SKS untuk segera lulus dan memasuki lapangan kerja
Depolitisasi ini membuat mayoritas mahasiswa pasif terhadap realitas masyarakat dan kebijakan pemerintah. Mereka berorientasi individu untuk cepat lulus dan kerja. Mahasiswa terjebak dengan sistem pendidikan yang liberal. Namun, bagi gerakan ‘kiri’ mahasiswa, ia tetap bertahan dengan taktik menyiapkan kader untuk mengorganisir sektor rakyat. Perlawanan rakyat yang dibantu mahasiswa pun mulai muncul, seperti kasus Kedungombo.
Gerakan mahasiswa yang besar muncul pada tahun ’98 adalah sebagai akibat krisis ekonomi yang di derita Indonesia sejak ’97. Maka kita dapat mengasumsikan bahwa gerakan mahasiswa ’98 adalah memang karena perjuangan gerakan mahasiswa, namun ada juga campur tangan pihak luar yang memang ingin mengganti rezim Soeharto untuk lebih mempraktekkan liberalisme ekonomi. Gerakan mahasiswa ’98 pun ternyata sama seperti ‘gerakan’ lainnya, hanya menggantikan rezim, yang mengantar sebuah rezim baru yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Gerakan mahasiswa tidak mempunyai arahan yang jelas mengenai bentuk perjuangannya. Padahal sejak saat itu, ’99 di UI mulai diberlakukan DPKP (Rp 750.000) untuk biaya semester-an. Artinya, mahasiswa sendiri mempunyai permasalahan di kampusnya sendiri, yaitu biaya yang mahal, dan masih diberlakukannya sistem NKK/BKK yang membuat mahaiswa tidak bebas berekspresi di kampusnya sendiri, bahkan permasalahan pelik pun dihadapi mahasiswa ketika ia lulus, apakah ada lapangan pekerjaan yang memadai dari pemerintah?.
Gerakan mahasiswa yang selaras dengan gerakan rakyat adalah penting. Perjuangan mahasiswa di kampus pun dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri adalah tetap kok berpihak kepada rakyat. Rakyat butuh akan pendidikan murah, berkualitas. Solidaritas mahasiswa terhadap gerakan buruh, tani pun penting untuk menggantikan sistem yang ada, bukan hanya ganti rezim.



0 komentar:

Posting Komentar

Download Buletin

Populer Post

 
Hak Cipta : Komite Pusat - Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik SGMK Kota Parepare | ' | AR. Ame' FB
Copyright © 2013. Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik Parepare - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by RED LEFT