MERAYAKAN HARI BURUH, MEMBANGUN ALAT POLITIK ALTERNATIV
Sejak pertama kali klas buruh lahir di Indonesia, kemudian melancarkan
pemogokan yang pertama pada tahun 1842 di perkebunan tebu melawan modal
penjajah Belanda. Hingga membangun serikat buruhnya yang pertama,
pemogokan yang pertama lalu pemberontakannya terhadap penjajahan
Belanda. Perjuanganya untuk kemerdekaan dengan mengambil alih aset-aset
Belanda. Hingga mogok nasional (2012) pertama setelah 50 tahun.
Semua menegaskan begitu besar peran klas buruh dan rakyat dalam
proses pembangunan bangsa Indonesia. Bahwa Klas buruh dan rakyat
Indonesia pernah menjadi sebuah kekuatan politik yang signifikan.
Berbanding terbalik dengan lemahnya elit-elit politik Indonesia yang
bisa berkuasa hanya dengan moncong senjata, membantai jutaan orang,
pemenjaraan dan menggulingkan Soekarno di tahun 1965. Ataupun justru
menghianati perjuangan Reformasi Total 1998 dengan memberikan konsesi
pada sisa-sisa Orde Baru.
Saat ini menjelang Hari Buruh Sedunia tahun 2015 ini kembali muncul
berbagai seruan mengenai dibutuhkannya sebuah kekuatan politik bagi klas
buruh dan rakyat. Kekuatan politiknya sendiri yang berbeda (dan mungkin
bertentangan) dengan elit-elit politik yang sudah ada sekarang.
Seruan tersebut muncul dari hampir seluruh serikat buruh dengan
berbagai istilahnya sendiri. Ada yang menyebut bahwa klas buruh dan
rakyat butuh “membangun partai buruh tanpa elit borjuasi” seperti yang
diserukan oleh SGBN dan GSPB.
Presiden FSBTPI menyatakan bahwa pada saat Hari Buruh 2015 nanti
diharapkan ada kesepakatan untuk mendeklarasikan sikap politik “untuk
membangun Partai Politik yang tentunya bersama gerakan rakyat lainnya
tani, nelayan, pemuda, mahasiswa dan rakyat miskin lainnya.” Pernyataan
tersebut dikeluarkan terkait dengan rapat akbar FSBTPI yang dihadiri
oleh KSPI, KSPSI, FPBI, PPI dan Serikat Mahasiswa Indonesia. Deklarasi
itu sendiri rencananya akan dilakukan oleh KPSI, KSBSI, KSPSI dan Komite
Persiapan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia.
Namun disisi yang lain seruan itu muncul pada saat kondisi gerakan
buruh menurun. Perjuangan luar biasa yang terus meningkat dan memuncak
pada Mogok Nasional Pertama 2012 kemudian semakin lama semakin menurun.
Dan kegagalan Mogok Nasional 2014 menjadi penegas penurunan tersebut.
Dengan menurunnya gerakan buruh maka satu persatu kemenangan yang
didapatkan sebelumnya kembali dirampas oleh para pemilik modal.
Kenapa menurun? Apa makna kekuatan politik alternatif yang
diseru-serukan ditengah menurunnya gerakan buruh? Dan apa yang harus
dilakukan oleh klas buruh dan rakyat kedepannya?
Mogok Nasional tahun 2012 merupakan puncak tertinggi dari kenaikan
gerakan buruh. Setelah sebelumnya didahulu dengan gruduk pabrik, blokade
tol dan bandara udara, perjuangan menuntut jaminan sosial, pemogokan
buruh Freeport, dsb. Dari perjuangan tersebut klas buruh berhasil
membebaskan puluhan ribu buruh dari sistem kerja kontrak dan
outsourcing, mendapatkan kenaikan upah yang signifikan hingga
dibatasinya outsourcing.
Negara, para elit politik dengan partai-partainya, polisi dan tentara
kemudian menunjukan karakter sejatinya sebagai penjaga kepentingan para
pemilik modal untuk menindas klas buruh. Kriminalisasi meningkat, preman
digunakan, legalisasi represi terhadap buruh hingga tentara dilibatkan
dalam persoalan perburuhan.
Namun yang paling memukul gerakan buruh adalah justru dari dalam
gerakan buruh itu sendiri, penghianatan elit-elit birokrasi serikat
buruh. Para elit-elit birokrasi serikat buruh itu tidak serius
memobilisasi pabrik-pabrik besar. Mereka menurunkan bahkan kemudian
menghentikan radikalisasi buruh. Bahkan ada juga yang menghadang
perjuangan buruh lainnya. Mereka membersihkan internalnya, menyingkirkan
buruh-buruh maju untuk melapangkan jalan bagi kebijakannya yang
berkolaborasi dengan para pemilik modal. Bahkan kemudian mendukung
mendukung Prabowo demi mendapatkan jabatan Menteri Tenaga Kerja.
Jika begitu maka politik alternatif apa yang akan dibawa oleh
persatuan berbagai macam organisasi dengan para elit-elit birokrasi
serikat buruh tersebut? Politik alternatif apa yang akan dibawa oleh
elit-elit birokrasi serikat buruh yang sebelumnya mendukung kekuatan
politik seperti Prabowo? Politik alternatif apa yang akan dibawa oleh
elit-elit birokrasi serikat buruh yang membersihkan internalnya dari
buruh-buruh yang cerdas, maju dan militan? Politik alternatif seperti
apa yang akan dibawa oleh elit-elit birokrasi serikat buruh yang
beberapa tahun ini justru mencekik gerakan buruh itu sendiri.
Pada analisa terakhir perjuangan klas buruh dan rakyat ditentukan
oleh kepemimpinan. Kepemimpinan politik yang mampu membawa perjuangan
klas buruh dan rakyat menuju pembebasan sejati. Tanpa kepemimpinan
tersebut seluruh potensi perjuangan klas buruh dan rakyat akan menguap
begitu saja.
Seruan pembangunan kekuatan politik oleh berbagai serikat buruh,
organisasi mahasiswa hingga organisasi kiri bersama dengan elit-elit
birokrasi serikat buruh (dari KSPSI, KSPI dan KSBSI) berdiri diatas
melemahnya gerakan buruh akibat cekikan elit-elit birokrasi serikat
buruh itu sendiri. Yang didiamkan justru oleh mereka yang mengklaim
dirinya sebagai progresif dan sekarang bersatu dengan elit-elit
birokrasi serikat buruh itu. Dengan begitu dia mewakili bukan kemajuan
perjuangan politik klas buruh namun justru kemundurannya.
Kita telah belajar dari Jokowi bahwa gaya politik “merakyat”,
blusukan saja tidak cukup memberikan jalan keluar. Kekuatan politik
alternatif dari klas buruh dan rakyat paling pertama dan terutama adalah
terkait dengan program perjuangan serta perspektif yang dia bawa. Apa yang bisa menjadi alternatif bagi klas buruh dan rakyat sekarang
paling minimal adalah sebuah program demokratisasi dan redistribusi
kekayaan nasional. Demokratisasi bermakna memperluas kontrol klas buruh
dan rakyat terhadap seluruh tenaga produktif (sumber daya alam, manusia,
teknologi dan ilmu pengetahuan) yang ada. Sehingga seluruh produk hukum
yang membatasi kebebasan klas buruh dan rakyat harus dicabut. Kebebasan
tersebut termasuk kebebasan mengeluarkan pendapat, berorganisasi,
berserikat, berideologi, beragama, berkeyakinan serta orientasi seksual.
Pada saat bersamaan demokratisasi juga bermakna membatasi
kekuatan-kekuatan anti demokrasi. Dengan melakukan pengadilan HAM dan
pelurusan sejarah. Serta mengembalikan tentara ke barak dan membubarkan
komando daerah teritorial.
Redistribusi kekayaan nasional terkait dengan pertama
mengkonsentrasikan tenaga produktif strategis di tangah Negara. Dengan
cara menerapkan pajak progresif, nasionalisasi aset-aset strategis.
Untuk kemudian digunakan sepenuh-penuhnya untuk memajukan tenaga
produktif. Seperti menaikan upah buruh, pendidikan dan kesehatan gratis,
perumahan murah, industrialisasi nasional, reforma agraria.
Kesemua program minimum itu mau tidak mau mensyaratkan, bukan saja,
memutus semua kolaborasi dengan elit-elit politik, bahkan anti terhadap
elit-elit politik yang ada sekarang. Menjalankan program minimum itu
saja sudah pasti akan berhadap-hadapan dengan para elit-elit politik dan
kepentingan imperialisme di Indonesia. Sehingga satu-satunya jaminan
sebuah kekuatan politik alternatif dapat menjalankan semua program
tersebut adalah ketika klas buruh dan rakyat terlibat secara aktif dan
militan memperjuangkannya.
Itu sesuatu yang tidak mungkin diharapkan dari elit-elit birokrasi
serikat buruh, persatuan dan seruan kekuatan politik alternatif yang
ingin mereka bangun. Elit-elit birokrasi serikat buruh itu sudah lama
berkolaborasi dengan elit-elit politik. Mereka sejak sebelum-sebelumnya
menyingkirkan para buruh dan aktivis yang paling maju dan militan dari
dalam serikat buruhnya.
Pada akhirnya pembebasan sejati klas buruh dan rakyat tidak akan
berhasil tanpa menghancurkan kapitalisme dan membangun tatanan
masyarakat baru, sosialisme. Kemenangan-kemenangan kecil bisa didapatkan
dalam kapitalisme tapi seketika gerakan buruh melemah, semua kemenangan
itu akan dirampas kembali.
Lalu siapa yang dapat membawa kedua hal itu: program perjuangan dan
pembebasan sejati klas buruh dan rakyat bisa dicapai dengan
menghancurkan kapitalisme dan membangun sosialisme? Keduanya bukanlah
sesuatu yang dengan begitu saja bisa dipahami oleh klas buruh dan
rakyat.
Kawan-kawan buruh yang aktif berjuang memahami dengan baik bahwa
dalam klas buruh sendiri terdapat berbagai tingkat kesadaran. Ada banyak
massa buruh yang sepenuhnya menitipkan nasib, lebih banyak lagi yang
sering ragu-ragu dalam perjuangan. Sedikit sekali yang menyadari bahwa
akar persoalan ada pada tatanan kapitalisme. Termasuk juga mereka yang
memiliki militansi untuk memperjuangkannya.
Dari situ muncul logika tentang kepemimpinan. Hanya klas buruh dan
rakyat yang paling militan dan memiliki kesadaran atas kepentingannya
sebagai klas buruh-lah yang akan mampu memimpin jutaan massa buruh
lainnya. Itu fakta sederhana yang sudah dipraktekan dalam gerakan buruh
selama berabad-abad lamanya. Adalah mereka-mereka yang termaju yang
kemudian memimpin perjuangan klas buruh.
Itulah kenapa sebuah kekuatan politik alternatif dari klas buruh
hanya berisi buruh-buruh dan rakyat yang paling cerdas, rela berkorban,
militan dan memahami tujuan pembebasan sejatinya yang dapat membangun
sebuah kekuatan politik alternatif. Hanya dengan begitulah maka kekuatan
politik alternatif tersebut dapat memiliki kemampuan memimpin yang
tepat dalam mencapai tujuan pembebasan sejati klas buruh dan rakyat
Kekuatan politik alternatif dengan karakteristik seperti itu, kita sebut
sebagai Partai Revolusioner. Satu-satunya alternatif terhadap
kapitalisme adalah sosialisme. Maka hanyalah sebuah Partai Revolusioner
yang dapat menjadi alternatif bagi elit-elit politik maupun elit-elit
birokrasi serikat buruh yang ada saat ini.
Dipersembahkan oleh Kongres Politik Organisasi – Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO-PRP) Yogyakarta. Sementara telah dicetak sebanyak 1000 eks untuk perayaan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2015.
Sumber: http://www.arahjuang.com/








MERAYAKAN HARI BURUH, MEMBANGUN ALAT POLITIK ALTERNATIV
Posted by Redaksi
Posted on 12.40
with No comments
0 komentar:
Posting Komentar