photo hhhhhhhhiii_zps9dd37855.jpeg" />  photo hhdrhhdhdrhdh_zps2794a59b.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />
Home » » Wajah Pendidikan SMA dan Pendidikan Sebagai Industri Manusia

Wajah Pendidikan SMA dan Pendidikan Sebagai Industri Manusia

Berpendidikan adalah merupakan cita-cita ulung sebagi seorang manusia yang kemudian bisa atau tidaknya di realisasikan. Dengan pendidikan pula akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berbicara soal pendidikan jelas akan berkaitan dengan lembaga pendidikan formal maupun nonformal, karna lembaga pendidikan yang seakan menjadi salah satu penentu suksesatau tidaknya manusia menjadi terdidik atau manusia yang berpendidikan. Pengertian pendidikan sendiri menurut Paulo Parrere, yaitu memanusiakan manusia. Memanusiakan menusia yang sebenarnya adalah tujuan dari pendidikan dan kemudian menjadi garis besar bagi kita akan tujuan pendidikan tersebut. Mengapa demikian di sebut sebagai cara untuk memanusiakan manusia ? karna jelas dengan pendidikan manuisa akan bertindak selayaknya sebagai seorang manusia. Manusia bisa saja di katakan tidak bertindak sabagai manusia walau sebanarnya manusia jelas merupakan makhluk yang berakal budi atau Animal Rationale. Kekhasan manusia di bandingkan dengan binatang terletak pada akal budinya. Kemudian mungkin ada yang berfikir bahwa tanpa pendidikanpun manusia akan tetap bertindak sebagai manusia pada umumnya. Sebenarnya tidak ! tindakan manusia bisa saja seperti binatang ketika akal budinya itu luntur atau cacat kemudian bertingkahlah manusia seperti binatang. Jadi sebenarnya semuanya itu akan kembali lagi pada peran pendidikan terhadap kehidupan manusia.
            Bila manusia yang kita inginkan adalah manusia yang utuh dalam semua segi kemanusiaannya, maka jelaslah bahwa pendidikan yang bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia seutuhnya haruslah menyangkut semua unsur manusia itu sendiri. Itu berarti bahwa semua segi kehidupan seperti spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasionalitas, dan rasa. Semuanya perlu mendapatlkan porsi masing-masing dalam proses pendidikan. Pendidikan jelas bukan hanya menekankan pada segi pengetahuan saja (kognitif), tetapi harus juga menekankan pada segi emosi, rohani, hidup bersama, dan lain-lain. Pendidikan yang hanya menekankan pada segi pengetahuan apalagi hanya dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), akan mengakibatkan anak didik tidak berkembang menjadi manusia yang utuh.
            Manusia dan pendidikan sangat berkaitan. Keterkaitan pendidikan sendiri dengan manusia terletak pada tujuan pendidikan itu sendiri. Tapi kali ini pembicaraan kita akan di khususkan pada dunia pendidikan yang semakin tak terjangkau bagi manusia. Yang dimana ketika sudah tidak terjangkau maka jelas manusia tidak akan berpendidikan dan ketika sudah tidak berpendidikan maka jelas tindakan yang di realisasikan oleh manusia di kehidupannya akan seperti halnya binatang. Lalu kalau seperti itu, maka sipakah yang akan di salahkan ?
Sistem Pendidikan Di Indonesia
            Sistem pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam kelancaran proses pendidikan seorang manusia. Sistem pendidikan di Indonesia sendiri kini jelas mengeluarkan beberapa komentar yang bernada pro maupun kontra. Dalam amanat UUD 1945 di katakan bahwa akan mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi kemudian apa yang kita lihat dan rasakan, jelas masih jauh dari kecerdasan apalagi secara menyeluruh di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kita temukan orang-orang jauh dari kata pendidikan semua itu bukan karna mereka tidak ingin bersekolah atau berpendidikan tapi karna pendidikan yang seakan begitu mahal. Bahkan dikatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Semua itu akan membawa kita kembali bertanya apakah yang kemudian kita salahkan akan permasalahan itu ?
Yang termaktub dalamUndang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Undang-undang tersebut juga dipertegas didalam Undang-Undang nomor 20 tentangUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Hal ini menandakan bahwa pendanaan untuk sekolah dan biaya pendidikan tidak hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah. Didalam  undang-undang nomor 20/ 2003, pasal 34 ayat 2 tentang Sisdiknas juga menyatakan bahwa “pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” Namun, sepertinya fakta di lapangan berkata lain. Pendididkan sungguh sangat jauh atau seakan menjadi mimpi yang tak akan terealisasikan bagi sebahagian masyarakat Indonesia pada umumnya.(tulisan Syaharuddin Zarukh “Liberalisasi Pendidikan”)
Dalam hal ini ada bebrapa yang kemudian menjadi salahsatu pemicu dalam penyuksesan pendididkan terhadap manusia khususnya generasi muda :
1.      Peran Pemerintah
Pendidikan generasi muda menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, pendidik di sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Namun ketika berbicara soal sistem dari pendidikan itu sendiri jelas kita akan lebih menyoroti peran pemerintah. Mengapa demikian ? pemerintah peling tidak memiliki tiga fungsi yang sangat penting bagi generasi muda.
a.      Pertama, pemerintah harus membantu agar setiap orang mendapat pendidikan yang layak. Jadi, ada pemerataan pendidikan karna dengan pemerataan pendidikan jelas semua warga negara akan mengenyam yang namanya pendidikan dan akan tercapailah tujuan seperti dalam amanat UUD 45 dimana mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan jelas akan melahirkan warga negara yang aktif dan partisipasif. Dan semu itu jelas dengan pendidikan.
b.      Kedua, pemerintah harus membantu dalam hal dana pendidikan. Terutama dalam pendidikan dasar. Terlebih pada wilayah-ailayah yang memang tidak terisolir oleh pendididikan. Dimana masyarakat belum mampu menusahakan pendidikannya sendiri, dengan itu pemerintah harus mampu menciptakan lembaga pendidikan yang gratis.
c.      Ketiga, dalam halkebijakan umum. Standar minimal sekolah agar mutu terjamin dan juga kebijakan dalam Kurikulumyang menyangkut hidup berbangsa, kiranya menjadi tugas pemerintah untuk menangani. Sedangkan dalam banyak hal pemerintah harus di libatkan.
2.      Sentralisasi dan Otonomi Pendidikan
Di Indonesia sendiri sudah lama menggunakan sistem pemdidikan sentralisasi yang di mana semua hal di atur dari pusat. Kurikulium, peraturan seragam sekolah, keguruan, dan pengujian pun semuanya di atur di satu titik yaitu di pusat. Keuntungan dari sentralisasi adalah bahwa standar mutu cukup jelas dan beberapa sekolah yang kurang bermutu dapat menjadikan standar pemerintah sebagai acuan untuk memajuakn pendidiknnya. Namun, kerugianya banyak. Sekolah tidak mendapat kebebasan untuk menentukan dan mengembangkan sendiri. Sekolah yang baik akan terhambat karna di paksa mengikuti aturan main dari pusat. Sistem sentralisasi mematikan kebebasan dan kreatifitas daerah atau sekolah lokal. Banyak guru hanya menuruti petunjuk dari atas, sehingga tidak kreatif dalam membantu anak didik. Banyak terjadi di sekolah-sekolah di daerah memanipulasi laporan agar kelihatan baik karna tuntutan pusat yang tidak memperhatikan kebutuhan dan kekhasan sekolah atau lokal.
      Di zaman reformasi ini, sudah di canangkan otonomi pendidikan. Pendidikan tidak lagi sentralisasi, tetapi lebih desentralisasi dan Otonomi. Artinya, banyak hal yang sudah di percayakan untuk di tangani dan di kelolah oleh daerah atau bahkan sekolah. Beberapa kebijakan pendidikan mulai di tangani Dati II. Soal pengaturan guru, penggajian guru, beberapa muatan kurikulum, lokal semua di tangani daerah. Pemerintah hanya memberikan pengarahan dan juga mengatur yang di anggap pokok. Di samping itu, namun dalam hal kurikulum tidak semua di tentukan dari pusat. Daerah lebih di beri keleluasaan untuk menentukan kurukulum muatan lokal lebih banyak. Dengan otonomi ini, di harapkan bahwa kekhasan daerah di perhatikan dan juga pendidikan dapat di sesuaikan kebutuhan daerah. Misalnya, daerah yang memiliki banyak hutan dapat memberi muatan kehutanan yang lebih besar.
       Namun ketika memang seperti itu, bukan berarti semuanya akan menghilangkan aturan-aturan dari pusat yang memang masih berbau rezim orde baru yang di mana jelas akan menjadikan sekolah sebagai alat industri manusia. Atau dengan kata lain sekolah tetap menjadi ladang bagi para kapitalis untuk menciptakan pekerja-pekerja yang berkualitas pada keterampilannya. Sekolah memang jelas sebagai alat untuk menciptakan pekerja bagi perusahaan-perusahaan para kapitalis. Tanpa memperhitungkan moralitas dan sosialitas yang juga merupakan segi yang yang harus didik.
3.      Politik dan Memolitikkan Pendidikan
Cukup lama pemerintah memolitikkan pendidikan di Indonesia ini. Memolitikkan berarti bahwa pendididkan di gunakan sebagi ajang untuk alat kekuasaan pemerintah menegakkan diri. Pendidikan di jadikan alat untuk membela kekuasaan pemerinh agar tetap berkuasa. Cara yang di gunakan adalah dengan membuat sistem pendidikan di Indonesia ini menjadi pendidikan yang membebek, yang menciptakan budaya bisu. Siswa tidak boleh protes, harus diam, dan menurut. Guru tidak boleh protes, tidak boleh berdemonstrasi, semua harus mengikuti keinginan pemerintah. Pemberian dana kepada sekolah sering di kaitkan dengan himbauan agar siswa dan guru diam saja. Maka, segala bentuk protes dan demonstrasi di larang. Dengan nasehat suci, tugas pelajar, adalah belajar di sekolah, penguasa ingin agar tetap aman dalam kekuasaannya karna tidak ada yang kritis dan menentang. Semua ini jelas seperti ketika masih pemerintahan Soeharto atau orde baru. Tidak di harapkannya peserta didik menjadi aktif dan partisipasif  tapi hanya di tuntut menjadi pekerja yang siap terjun kepada pekerjaannya nanti. Memang jelas ketika di katakan bahwa kecerdasan merupakan bukanlah hal penting dalam lembaga pendidikan tapi justru Ijazah yang lebih utama karna tanpa ada Ijazah orang tidak akan mampu bersaing dalam hidup karna dengan ijazah kita akan bekerja pada pekerjaan yang memang berkualitas adanya. Walau tanpa kecerdasan yang memadai. Dari pembahasan di atas kita dapat menimpulkan bahwa semuanya sudah jelas tidak sesuai dengan amanat UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.      Industrialisasi dan Bisnis Sekolah
Akhir-akhir ini, dengan munculnya otonomi pendidikan, mulai tampak bebrapa sekolah atau institusi pendidikan yang mengadakan bisnis sekolah dan membisniskan pendidikan. Pendidikan sudah di anggap sebagai sebuah Industri, yang harus dapat di perjual belikan untukmencari keuntungan uang sebanyak mungkin. Pembukaan sekolah dengan biaya dengan biaya yang sangat tinggi lebih bertujuan untuk menarik pemasukan uang dari orang tua jelas merupakan suatu bisnis. Banyak penawaran sekolah yang tidak memperhatikan mutu pendidikan.
      Bahkan, yang sangat mencemaskan tejadinya bisnis ijazah. Orang dapat memperoleh ijazah doctor hanya dengan mengeluarkan beberapa juta tanpa harus kuliah. Penerimaan mahasiswa atau siswa atau calon didk, tanpa meperhatikan kapasitas ideal sekolah. Semuanya lebih mau membuat sekolah sebagai industri manusia saja.
Sekolah Adalah Pembodohan
            Sekolah adalah pembodohan, jelas akan menjadi tanda tanya besar bagi pembaca. Mengapa demikian sekolah di katakan sebagai justru alat pembodohan. Semua itu tidak terlepas dari fakta yang kini terjadi di beberapa sekolah. Dimana dari sisi seorang peserta didik yang ketika tidak ada guru atau pengajar maka perasaan kecewa atau penyesalan tidak akan terlihat justru kegembiraanlah yang terlihat dari para siswa (pengalaman ketika di SMAGA). Semua itu bukan karna siswa yang benar-benar tidak ingin belajar tapi karna di sekolah memang tidak adanya pembentukan krakter yang kemudian melahirkan pelajar-pelajar yang seperti tadi. Dari sisi para guru pun demikian halnya. Dimana kita sering mendapatkan siswa dan guru bekerja sama agar proses pembelajaran tidak berlangsung di karenakan oleh guru yang memang tidak berniat untuk mengajar atau mungkin kelelahan/bad mood. Dan semua itu jelas menjadi kegembiraan bagi para siswa. Dari sini kita sudah bisa menilai bahwa sekolah memang ajang pembodohan !
            Dalam hal ini saya akan menjelaskan beberapa kejadian seperti di atas yang kemudian akan memperkuat penilaian tentang sekolah sebagai ajang pembodohan di antaranya :
a.      Bisnis di sekolah, jelas menimbulkan pemikiran tentang tidak efektifnya proses pendidikan di sekolah. Bisnis ini justru tidak hanya di lakukan oleh pihak-pihak yang jauh dari ruang lingkup sekolah seperti siswa dan guru. Siswa sering menjadi pebisnis atau pedagang di sekolah entah semua itu karna tuntutan dari keluarga atau dari kemauan sendiri. Bisnisnya berbagai hal mulai dari hal yang positif sampai dengan hal yang berbau negatif, seperti halnya perdagangan barang curian, narkoba sampai prostitusi. Dan kemudian dari pihak pengajar atau guru yang dimana nilai yang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi siswa untuk kelancaran proses akademisinya menjadi hal yang di perjualbelikan oleh para guru. Artinya guru menjual nilai kepada siswa yang ingin mendapatkan nilai yang memuaskan.
b.      Tidak transparannya kegiatan-kegiatan dari officional atau pemerintahan sekolah yang kemudian melahirkan beberapa kecurangan. Seperti halnya memberikan keluasan bagi orang tua siswa yang berkantong tebal dalam hal ini orang kaya, untuk lebih bisa menguasai sekolah atau justru mengatur sekolah.
Masih banyak hal-hal yang berbau perdagangan ataukecurangan yang terjadi di dunia pendidikan atau suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Dan kemudian kembali lagi bahwa hal seperti itu sudah jelas menjadi racun bagi proses penyerdasan bagi peserta didik.
Pembelajaran Di Sekolah
1.      Aktivitas Siswa Dalam Belajar
Banyak orang yang menaruh harapan atas terwujudnya kondisi pembelajaran melalui siswa aktif. Siswa yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran di cirikan oleh dua aktivitas yakni aktif dalam berfikir (minds on) dan aktif dalam berbuat (hands on). Kedua bentuk aktif ini saling berkaitan. Perbuatan nyata siswa dalam pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berfikir terhadap objek belajarnya. Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya di olah dengan kerangka berpikir dengan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman sebelumnya menjadi lebih baik (ilmiah). Pemahaman baru ini, yang melalui pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang lain sebagai perwujudan keingintahuannya. Dengan demikian, proses siswa aktif merupakan proses yang tiada henti.
      Siswa harus terlibat dalam proses pembelajaran. Tidak seperti yang kebanyakan terjadi di sekolah-sekolah dimana guru datang kemudian mendiktekan pelajaran yang harus di tulis kemudian m,emberikan tugas atau PR dan selesai setelah itu di kumpul dan di nilai. Hanya sebatas seperti itu tanpa ada penguatan kerangka berfikir siswa atau melatuh kekritisan siswa. Proses pembelajaran yang di butuhkan adalah pembiasaan dan pemahaman bukan penghapalan. Untuk itu, perlu di identifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan yang melekat dalam diri siswa. Beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain :
a.      Kemampuan bertanya, kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem posing) . di mulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya.
b.      Kemampuan pemecahan masalah (problem solving), pemasalahan yang muncul dalam pembelajaran harus di selesaikan oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tanpa atau miskin pencarian pemecahan. Penyelesaian masalah sendiri dapat di lakukan secara mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group learning).
c.      Kemampuan berkomunikasi, dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar terjadi yang benar. Dari hasil proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang di temuakan dan ingin di kembangkan.
2.      Pembelajaran Yang Konstruktivis
Menurut filsafat konstruktivisme, pngetahuan merupakan bentukan (konstruksi) orang yang sedang belajar. Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang di perolh siswa selama proses pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengetahuan yang di bentuk dengan sendirinya harus memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pmbelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri di namakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam kontks belajar sperti ini, aktivitas siswa sebagai mana di paparkan di depan menjadi syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk mengumpulkan banyak faktamelainkan dapat menemukan sesuatu (pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran.
3.      Metode pembelajaran
Adakah metod pembelajaran yang paling baik ? tidak ada sama sekali metode yang paling baik jika di bandingkan dengan metode lain. Karna semua metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
      Setiap metode pembelajaran yang membantu siswa dalam melakukan kgiatannya dan akhirnya dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang mereka pelajari dngan baik, dapat dikatakan sebagai metode yang aktif dan konstruktivistik. Siswa seharusnya di biasakan melakukan pengamatan, melahirkan hipotesis, memunculkan prediksi, menguji hipotesis, memanipulasi objek untuk melihat perubahannya, memcahkan persoalan, mencari jawaban sendiri, menggambarkan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan selama proses pembentukan konstruksi pengetahuan yang baru.
      Tentu saja pembelajaran aktif dan konstruktif mengharuskan guru mengubah cara pandang. Dalam persiapan belajar, guru harus lebih memfokuskan pada penciptaan pengalaman baru bagi siswa yang melalui pengalaman tersebut, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan.
Kurikulum
            Kurikulum menjadi salah-satu factor penting dalam suksek atau tidaknya seorang siswa menjadi terdidik. Kurikulum di sekolah-sekolah di Indonesia sendiri, banyak yang mengatakan bahwa kurikulum pelindung penguasa. Mengapa dmikian seperti itu ? kurikulum merupakan basis atau cerminana dalam pengaturan belajar bagi siswa atau pelajar. Mari kita mencoba menganalisa kurikulum di Indonesia khususnya jenjang SMA sederajat. Dimana kita ketahui tadi bahwa pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan yang gagal memanusiakan manusia, entah dari pemberlakuannya maupun dari system yang membelenggunya. Sintralisasi maupun di otonomkan suatu system pendidikan kepada daerah atau pun sekolah tetap saja akan menghambat perkembangan atau tidak mengefektifkan proses belajar mengajar dan hasil dari proses tersebut. Isis kurikulum di Indonesia lazimnya di tentukan oleh pemerintah dan tidak bebas dari keinginan atau orientasi pemerintah sebagai penguasa Negara dan tujuan-tujuannya. Kurikulum mesti di kritisi sehingga member peluang kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnnya serta peluang karir di masa depan. Jika kurikulum harus membebaskan , maka guru dapat memilih dalam melakukan pengkajian secara ilmiah dan dapat di pertanggung jawabkan. Selain itu siswa dapat memahami dan merasakan kegunaannya dalam hidup.
            Perlu juga memberi ruang untuk berbeda pendapat dan perolehan kajian bila terdapat kesenjangan antara realitas dan pemahaman. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengambil sikap yang tepat dan menjadi pembuat keputusan yang bertanggung jawab.
Revolusi Pendidikan Indonesia
            Lalu ketika kita sudah menyadari akan dunia pendidikan sekarang ini. Apakah kita akan terus tertunduk menerimanya dan semakin menjadi bodohlah kita dalam kebodohan. Semua itu harus di rubah sehingga cita-cita bangsa “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan menciptakan sumber daya manusia yang berkulitas dan berhasil memanusiakan manusia. Semua itu tidak terlepas dari pendidikan yang kemudian harus terjangkau, berkualitas, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan.
a.      Terjangkau
Terjangkaudalam artian, secara ekonomi dan mampu di akses oleh seluruh anak bangsa tanpadiskriminasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama.
b.      Berkualitas
Berkualitas dalam artian, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkuitas pula yangdapat diandalkan dalam memajukan peradaban bangsa yang terbelakang ini.
c.      Ilmiah
Ilmiahdalam artian, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta terbuka bagi pradigmakritis.
d.      Demokratis
Demokratisdalam artian, secara metode pembelajaran dimana adanya kebebasan mengembangkanpotensi pada diri sendiri dan pengambilan kebijakan
e.      Bervisi kerakyatan
Bervisikerakyatan dalam artian pendidikan bertujun untuk memecahkan permasalahanrakyat dengan berpihak kepada rakyat dan beroposisi terhadap para penindas.
Kesadaran manusia akan tercipta setelah adanya keadaan yang memaksanya tercipta kemudian tergantung dari kita yang kemudian seharusnya menciptakan keadaan yang berkualitas lagi. Dalam hal ini ketika kita sudah mengetahui semua bentuk pendidikan di Indonesia maka kembali kepada kita semua apakah akan tetap tekurung di dalam pendidikan yang justru semakin menyiksa ini.

Saatnya Siswa Harus Belajar, Berorganisasi, dan Berjuang !!!

“Semua Orang Adalah Guru
Alam Raya Sekolahku”

(bacaan anggota Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik GPMD Parepare yang di persembahkan oleh Abd. Rahman/Ame’. Dan merupakan juga sebagai konsumsi publik).






0 komentar:

Posting Komentar

Download Buletin

Populer Post

 
Hak Cipta : Komite Pusat - Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik SGMK Kota Parepare | ' | AR. Ame' FB
Copyright © 2013. Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik Parepare - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by RED LEFT