Bila manusia yang kita inginkan
adalah manusia yang utuh dalam semua segi kemanusiaannya, maka jelaslah bahwa
pendidikan yang bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia seutuhnya haruslah
menyangkut semua unsur manusia itu sendiri. Itu berarti bahwa semua segi
kehidupan seperti spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasionalitas, dan rasa.
Semuanya perlu mendapatlkan porsi masing-masing dalam proses pendidikan.
Pendidikan jelas bukan hanya menekankan pada segi pengetahuan saja (kognitif),
tetapi harus juga menekankan pada segi emosi, rohani, hidup bersama, dan
lain-lain. Pendidikan yang hanya menekankan pada segi pengetahuan apalagi hanya
dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), akan mengakibatkan anak didik tidak
berkembang menjadi manusia yang utuh.
Manusia dan pendidikan sangat
berkaitan. Keterkaitan pendidikan sendiri dengan manusia terletak pada tujuan
pendidikan itu sendiri. Tapi kali ini pembicaraan kita akan di khususkan pada
dunia pendidikan yang semakin tak terjangkau bagi manusia. Yang dimana ketika
sudah tidak terjangkau maka jelas manusia tidak akan berpendidikan dan ketika
sudah tidak berpendidikan maka jelas tindakan yang di realisasikan oleh manusia
di kehidupannya akan seperti halnya binatang. Lalu kalau seperti itu, maka
sipakah yang akan di salahkan ?
Sistem Pendidikan Di Indonesia
Sistem pendidikan merupakan salah
satu hal yang sangat berperan dalam kelancaran proses pendidikan seorang
manusia. Sistem pendidikan di Indonesia sendiri kini jelas mengeluarkan
beberapa komentar yang bernada pro maupun kontra. Dalam amanat UUD 1945 di
katakan bahwa akan mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi kemudian apa yang kita
lihat dan rasakan, jelas masih jauh dari kecerdasan apalagi secara menyeluruh
di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kita temukan orang-orang jauh dari kata
pendidikan semua itu bukan karna mereka tidak ingin bersekolah atau
berpendidikan tapi karna pendidikan yang seakan begitu mahal. Bahkan dikatakan
bahwa orang miskin dilarang sekolah. Semua itu akan membawa kita kembali
bertanya apakah yang kemudian kita salahkan akan permasalahan itu ?
Yang termaktub
dalamUndang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Undang-undang
tersebut juga dipertegas didalam Undang-Undang nomor 20 tentangUndang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa“Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat.” Hal ini menandakan bahwa pendanaan untuk sekolah dan biaya
pendidikan tidak hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi
tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah. Didalam undang-undang nomor
20/ 2003, pasal 34 ayat 2 tentang Sisdiknas juga menyatakan bahwa “pemerintah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya.” Namun, sepertinya fakta di lapangan berkata lain.
Pendididkan sungguh sangat jauh atau seakan menjadi mimpi yang tak akan
terealisasikan bagi sebahagian masyarakat Indonesia pada umumnya.(tulisan Syaharuddin Zarukh “Liberalisasi
Pendidikan”)
Dalam hal
ini ada bebrapa yang kemudian menjadi salahsatu pemicu dalam penyuksesan
pendididkan terhadap manusia khususnya generasi muda :
1.
Peran
Pemerintah
Pendidikan generasi
muda menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, pendidik di sekolah,
masyarakat, dan pemerintah. Namun ketika berbicara soal sistem dari pendidikan
itu sendiri jelas kita akan lebih menyoroti peran pemerintah. Mengapa demikian
? pemerintah peling tidak memiliki tiga
fungsi yang sangat penting bagi generasi muda.
a.
Pertama,
pemerintah harus membantu agar setiap orang mendapat pendidikan yang layak.
Jadi, ada pemerataan pendidikan karna dengan pemerataan pendidikan jelas semua
warga negara akan mengenyam yang namanya pendidikan dan akan tercapailah tujuan
seperti dalam amanat UUD 45 dimana mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan jelas
akan melahirkan warga negara yang aktif dan partisipasif. Dan semu itu jelas
dengan pendidikan.
b.
Kedua,
pemerintah harus membantu dalam hal dana pendidikan. Terutama dalam pendidikan
dasar. Terlebih pada wilayah-ailayah yang memang tidak terisolir oleh
pendididikan. Dimana masyarakat belum mampu menusahakan pendidikannya sendiri,
dengan itu pemerintah harus mampu menciptakan lembaga pendidikan yang gratis.
c.
Ketiga,
dalam halkebijakan umum. Standar minimal sekolah agar mutu terjamin dan juga
kebijakan dalam Kurikulumyang menyangkut hidup berbangsa, kiranya menjadi tugas
pemerintah untuk menangani. Sedangkan dalam banyak hal pemerintah harus di
libatkan.
2.
Sentralisasi
dan Otonomi Pendidikan
Di Indonesia sendiri
sudah lama menggunakan sistem pemdidikan sentralisasi yang di mana semua hal di
atur dari pusat. Kurikulium, peraturan seragam sekolah, keguruan, dan pengujian
pun semuanya di atur di satu titik yaitu di pusat. Keuntungan dari sentralisasi
adalah bahwa standar mutu cukup jelas dan beberapa sekolah yang kurang bermutu
dapat menjadikan standar pemerintah sebagai acuan untuk memajuakn pendidiknnya.
Namun, kerugianya banyak. Sekolah tidak mendapat kebebasan untuk menentukan dan
mengembangkan sendiri. Sekolah yang baik akan terhambat karna di paksa
mengikuti aturan main dari pusat. Sistem sentralisasi mematikan kebebasan dan
kreatifitas daerah atau sekolah lokal. Banyak guru hanya menuruti petunjuk dari
atas, sehingga tidak kreatif dalam membantu anak didik. Banyak terjadi di
sekolah-sekolah di daerah memanipulasi laporan agar kelihatan baik karna
tuntutan pusat yang tidak memperhatikan kebutuhan dan kekhasan sekolah atau
lokal.
Di zaman reformasi ini, sudah di canangkan otonomi pendidikan.
Pendidikan tidak lagi sentralisasi, tetapi lebih desentralisasi dan Otonomi. Artinya, banyak hal yang sudah di
percayakan untuk di tangani dan di kelolah oleh daerah atau bahkan sekolah.
Beberapa kebijakan pendidikan mulai di tangani Dati II. Soal pengaturan guru,
penggajian guru, beberapa muatan kurikulum, lokal semua di tangani daerah.
Pemerintah hanya memberikan pengarahan dan juga mengatur yang di anggap pokok.
Di samping itu, namun dalam hal kurikulum tidak semua di tentukan dari pusat.
Daerah lebih di beri keleluasaan untuk menentukan kurukulum muatan lokal lebih
banyak. Dengan otonomi ini, di harapkan bahwa kekhasan daerah di perhatikan dan
juga pendidikan dapat di sesuaikan kebutuhan daerah. Misalnya, daerah yang
memiliki banyak hutan dapat memberi muatan kehutanan yang lebih besar.
Namun ketika memang
seperti itu, bukan berarti semuanya akan menghilangkan aturan-aturan dari pusat
yang memang masih berbau rezim orde baru yang di mana jelas akan menjadikan
sekolah sebagai alat industri manusia. Atau dengan kata lain sekolah tetap
menjadi ladang bagi para kapitalis untuk menciptakan pekerja-pekerja yang
berkualitas pada keterampilannya. Sekolah memang jelas sebagai alat untuk
menciptakan pekerja bagi perusahaan-perusahaan para kapitalis. Tanpa
memperhitungkan moralitas dan sosialitas yang juga merupakan segi yang yang
harus didik.
3.
Politik
dan Memolitikkan Pendidikan
Cukup lama pemerintah
memolitikkan pendidikan di Indonesia ini. Memolitikkan berarti bahwa
pendididkan di gunakan sebagi ajang untuk alat kekuasaan pemerintah menegakkan
diri. Pendidikan di jadikan alat untuk membela kekuasaan pemerinh agar tetap
berkuasa. Cara yang di gunakan adalah dengan membuat sistem pendidikan di
Indonesia ini menjadi pendidikan yang membebek, yang menciptakan budaya bisu.
Siswa tidak boleh protes, harus diam, dan menurut. Guru tidak boleh protes,
tidak boleh berdemonstrasi, semua harus mengikuti keinginan pemerintah.
Pemberian dana kepada sekolah sering di kaitkan dengan himbauan agar siswa dan
guru diam saja. Maka, segala bentuk protes dan demonstrasi di larang. Dengan
nasehat suci, tugas pelajar, adalah belajar di sekolah, penguasa ingin agar
tetap aman dalam kekuasaannya karna tidak ada yang kritis dan menentang. Semua
ini jelas seperti ketika masih pemerintahan Soeharto atau orde baru. Tidak di
harapkannya peserta didik menjadi aktif dan partisipasif tapi hanya di tuntut menjadi pekerja yang
siap terjun kepada pekerjaannya nanti. Memang jelas ketika di katakan bahwa kecerdasan
merupakan bukanlah hal penting dalam lembaga pendidikan tapi justru Ijazah yang
lebih utama karna tanpa ada Ijazah orang tidak akan mampu bersaing dalam hidup
karna dengan ijazah kita akan bekerja pada pekerjaan yang memang berkualitas
adanya. Walau tanpa kecerdasan yang memadai. Dari pembahasan di atas kita dapat
menimpulkan bahwa semuanya sudah jelas tidak sesuai dengan amanat UUD 45 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.
Industrialisasi
dan Bisnis Sekolah
Akhir-akhir ini, dengan
munculnya otonomi pendidikan, mulai tampak bebrapa sekolah atau institusi
pendidikan yang mengadakan bisnis sekolah dan membisniskan pendidikan.
Pendidikan sudah di anggap sebagai sebuah Industri, yang harus dapat di perjual
belikan untukmencari keuntungan uang sebanyak mungkin. Pembukaan sekolah dengan
biaya dengan biaya yang sangat tinggi lebih bertujuan untuk menarik pemasukan
uang dari orang tua jelas merupakan suatu bisnis. Banyak penawaran sekolah yang
tidak memperhatikan mutu pendidikan.
Bahkan,
yang sangat mencemaskan tejadinya bisnis ijazah. Orang dapat memperoleh ijazah
doctor hanya dengan mengeluarkan beberapa juta tanpa harus kuliah. Penerimaan
mahasiswa atau siswa atau calon didk, tanpa meperhatikan kapasitas ideal
sekolah. Semuanya lebih mau membuat sekolah sebagai industri manusia saja.
Sekolah Adalah Pembodohan
Sekolah adalah pembodohan, jelas
akan menjadi tanda tanya besar bagi pembaca. Mengapa demikian sekolah di
katakan sebagai justru alat pembodohan. Semua itu tidak terlepas dari fakta
yang kini terjadi di beberapa sekolah. Dimana dari sisi seorang peserta didik
yang ketika tidak ada guru atau pengajar maka perasaan kecewa atau penyesalan
tidak akan terlihat justru kegembiraanlah yang terlihat dari para siswa
(pengalaman ketika di SMAGA). Semua itu bukan karna siswa yang benar-benar
tidak ingin belajar tapi karna di sekolah memang tidak adanya pembentukan
krakter yang kemudian melahirkan pelajar-pelajar yang seperti tadi. Dari sisi
para guru pun demikian halnya. Dimana kita sering mendapatkan siswa dan guru
bekerja sama agar proses pembelajaran tidak berlangsung di karenakan oleh guru
yang memang tidak berniat untuk mengajar atau mungkin kelelahan/bad mood. Dan
semua itu jelas menjadi kegembiraan bagi para siswa. Dari sini kita sudah bisa
menilai bahwa sekolah memang ajang pembodohan !
Dalam hal ini saya akan menjelaskan
beberapa kejadian seperti di atas yang kemudian akan memperkuat penilaian
tentang sekolah sebagai ajang pembodohan di antaranya :
a.
Bisnis
di sekolah, jelas menimbulkan pemikiran tentang tidak efektifnya proses
pendidikan di sekolah. Bisnis ini justru tidak hanya di lakukan oleh
pihak-pihak yang jauh dari ruang lingkup sekolah seperti siswa dan guru. Siswa
sering menjadi pebisnis atau pedagang di sekolah entah semua itu karna tuntutan
dari keluarga atau dari kemauan sendiri. Bisnisnya berbagai hal mulai dari hal
yang positif sampai dengan hal yang berbau negatif, seperti halnya perdagangan
barang curian, narkoba sampai prostitusi. Dan kemudian dari pihak pengajar atau
guru yang dimana nilai yang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi siswa
untuk kelancaran proses akademisinya menjadi hal yang di perjualbelikan oleh
para guru. Artinya guru menjual nilai kepada siswa yang ingin mendapatkan nilai
yang memuaskan.
b.
Tidak
transparannya kegiatan-kegiatan dari officional atau pemerintahan sekolah yang
kemudian melahirkan beberapa kecurangan. Seperti halnya memberikan keluasan
bagi orang tua siswa yang berkantong tebal dalam hal ini orang kaya, untuk
lebih bisa menguasai sekolah atau justru mengatur sekolah.
Masih banyak
hal-hal yang berbau perdagangan ataukecurangan yang terjadi di dunia pendidikan
atau suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Dan kemudian kembali lagi bahwa hal
seperti itu sudah jelas menjadi racun bagi proses penyerdasan bagi peserta
didik.
Pembelajaran Di Sekolah
1.
Aktivitas
Siswa Dalam Belajar
Banyak orang yang menaruh harapan atas terwujudnya
kondisi pembelajaran melalui siswa aktif. Siswa yang secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran di cirikan oleh dua aktivitas yakni aktif dalam
berfikir (minds on) dan aktif dalam
berbuat (hands on). Kedua bentuk
aktif ini saling berkaitan. Perbuatan nyata siswa dalam pembelajaran merupakan
hasil keterlibatan berfikir terhadap objek belajarnya. Pengalaman sebagai hasil
perbuatan siswa, selanjutnya di olah dengan kerangka berpikir dengan
pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa
dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman sebelumnya menjadi
lebih baik (ilmiah). Pemahaman baru ini, yang melalui pengolahan dan refleksi,
dapat melahirkan tindakan yang lain sebagai perwujudan keingintahuannya. Dengan
demikian, proses siswa aktif merupakan proses yang tiada henti.
Siswa
harus terlibat dalam proses pembelajaran. Tidak seperti yang kebanyakan terjadi
di sekolah-sekolah dimana guru datang kemudian mendiktekan pelajaran yang harus
di tulis kemudian m,emberikan tugas atau PR dan selesai setelah itu di kumpul
dan di nilai. Hanya sebatas seperti itu tanpa ada penguatan kerangka berfikir
siswa atau melatuh kekritisan siswa. Proses pembelajaran yang di butuhkan
adalah pembiasaan dan pemahaman bukan penghapalan. Untuk itu, perlu di
identifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan
yang melekat dalam diri siswa. Beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain :
a.
Kemampuan bertanya, kemampuan ini tidak lain adalah
kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem
posing) . di mulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri
siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya.
b.
Kemampuan pemecahan masalah (problem
solving), pemasalahan yang
muncul dalam pembelajaran harus di selesaikan oleh siswa selama proses
belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tanpa atau
miskin pencarian pemecahan. Penyelesaian masalah sendiri dapat di lakukan
secara mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group
learning).
c.
Kemampuan berkomunikasi, dalam konteks pemahaman, kemampuan
berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar terjadi yang
benar. Dari hasil proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang di
temuakan dan ingin di kembangkan.
2.
Pembelajaran Yang Konstruktivis
Menurut filsafat
konstruktivisme, pngetahuan merupakan bentukan (konstruksi) orang yang sedang
belajar. Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang di perolh siswa selama proses
pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengetahuan yang di bentuk
dengan sendirinya harus memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan
pengalaman baru. Pmbelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan
oleh siswa sendiri di namakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam kontks
belajar sperti ini, aktivitas siswa sebagai mana di paparkan di depan menjadi
syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk mengumpulkan banyak faktamelainkan
dapat menemukan sesuatu (pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran.
3. Metode pembelajaran
Adakah metod pembelajaran
yang paling baik ? tidak ada sama sekali metode yang paling baik jika di
bandingkan dengan metode lain. Karna semua metode pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Setiap metode pembelajaran yang membantu siswa dalam melakukan
kgiatannya dan akhirnya dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang mereka
pelajari dngan baik, dapat dikatakan sebagai metode yang aktif dan
konstruktivistik. Siswa seharusnya di biasakan melakukan pengamatan, melahirkan
hipotesis, memunculkan prediksi, menguji hipotesis, memanipulasi objek untuk
melihat perubahannya, memcahkan persoalan, mencari jawaban sendiri,
menggambarkan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan refleksi, mengungkapkan
pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan selama proses pembentukan konstruksi
pengetahuan yang baru.
Tentu saja pembelajaran aktif dan konstruktif mengharuskan guru
mengubah cara pandang. Dalam persiapan belajar, guru harus lebih memfokuskan
pada penciptaan pengalaman baru bagi
siswa yang melalui pengalaman tersebut, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan.
Kurikulum
Kurikulum menjadi salah-satu factor
penting dalam suksek atau tidaknya seorang siswa menjadi terdidik. Kurikulum di
sekolah-sekolah di Indonesia sendiri, banyak yang mengatakan bahwa kurikulum
pelindung penguasa. Mengapa dmikian seperti itu ? kurikulum merupakan basis
atau cerminana dalam pengaturan belajar bagi siswa atau pelajar. Mari kita
mencoba menganalisa kurikulum di Indonesia khususnya jenjang SMA sederajat.
Dimana kita ketahui tadi bahwa pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan
yang gagal memanusiakan manusia, entah dari pemberlakuannya maupun dari system
yang membelenggunya. Sintralisasi maupun di otonomkan suatu system pendidikan
kepada daerah atau pun sekolah tetap saja akan menghambat perkembangan atau
tidak mengefektifkan proses belajar mengajar dan hasil dari proses tersebut.
Isis kurikulum di Indonesia lazimnya di tentukan oleh pemerintah dan tidak bebas
dari keinginan atau orientasi pemerintah sebagai penguasa Negara dan
tujuan-tujuannya. Kurikulum mesti di kritisi sehingga member peluang kepada
siswa untuk memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnnya
serta peluang karir di masa depan. Jika kurikulum harus membebaskan , maka guru
dapat memilih dalam melakukan pengkajian secara ilmiah dan dapat di pertanggung
jawabkan. Selain itu siswa dapat memahami dan merasakan kegunaannya dalam
hidup.
Perlu juga memberi ruang untuk
berbeda pendapat dan perolehan kajian bila terdapat kesenjangan antara realitas
dan pemahaman. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengambil sikap yang tepat dan
menjadi pembuat keputusan yang bertanggung jawab.
Revolusi Pendidikan Indonesia
Lalu ketika kita sudah menyadari
akan dunia pendidikan sekarang ini. Apakah kita akan terus tertunduk
menerimanya dan semakin menjadi bodohlah kita dalam kebodohan. Semua itu harus
di rubah sehingga cita-cita bangsa “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan
menciptakan sumber daya manusia yang berkulitas dan berhasil memanusiakan
manusia. Semua itu tidak terlepas dari pendidikan yang kemudian harus
terjangkau, berkualitas, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan.
a.
Terjangkau
Terjangkaudalam
artian, secara ekonomi dan mampu di akses oleh seluruh anak bangsa
tanpadiskriminasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama.
b.
Berkualitas
Berkualitas
dalam artian, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkuitas pula
yangdapat diandalkan dalam memajukan peradaban bangsa yang terbelakang ini.
c.
Ilmiah
Ilmiahdalam
artian, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta terbuka bagi
pradigmakritis.
d.
Demokratis
Demokratisdalam
artian, secara metode pembelajaran dimana adanya kebebasan mengembangkanpotensi
pada diri sendiri dan pengambilan kebijakan
e.
Bervisi kerakyatan
Bervisikerakyatan
dalam artian pendidikan bertujun untuk memecahkan permasalahanrakyat dengan
berpihak kepada rakyat dan beroposisi terhadap para penindas.
Kesadaran manusia akan tercipta setelah adanya keadaan
yang memaksanya tercipta kemudian tergantung dari kita yang kemudian seharusnya
menciptakan keadaan yang berkualitas lagi. Dalam hal ini ketika kita sudah
mengetahui semua bentuk pendidikan di Indonesia maka kembali kepada kita semua
apakah akan tetap tekurung di dalam pendidikan yang justru semakin menyiksa
ini.
Saatnya Siswa Harus Belajar, Berorganisasi, dan
Berjuang !!!
“Semua Orang Adalah Guru
Alam Raya Sekolahku”
“Semua Orang Adalah Guru
Alam Raya Sekolahku”
(bacaan
anggota Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik GPMD Parepare yang di
persembahkan oleh Abd. Rahman/Ame’. Dan merupakan juga sebagai konsumsi
publik).
0 komentar:
Posting Komentar