Persatuan Gerakan Pemuda Melawan Neoliberalisme
(Refleksi 83 tahun Soempah Pemoeda, 1928-2011)
Akbar. T Arief
Dalam buku Revolusi Pemuda,
Ben Anderson melihat bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia
pada permulaannya memang sebagian besar ditentukan oleh “kesadaran
pemuda” (1988: 15). Artinya bahwa generasi mudalah yang meletakkan
pondasi dari sebuah bangunan yang bernama Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dan kenyataan sejarah telah menunjukkan bahwa generasi muda
sering hadir sebagai “pelopor” dan garda terdepan perubahan
sosial-politik di negeri ini. Karena jika kita membuka kembali lembaran
sejarah perjalanan Indonesia, peranan kaum muda sangat besar dalam
pembentukan Indonesia. Momen-momen penting perjalanan Indonesia, seperti
sumpah pemuda, tercipta dari kreasi kaum muda. Terbentuknya organisasi
pergerakan yang merupakan embrio dari lahirnya pergerakan nasional dan
gerakan awal kemerdekaan, seperti Syarekat Priyayi, Perhimpunan
Indonesia, Boedi Oetomo, Syarekat Islam, PNI, PKI dan organisasi gerakan
kemerdekaan lainnya terbentuk dari rajutan tangan kaum muda.
Modal
keberanian dan intelektualitas yang dimiliki menjadi senjata bagi
munculnya perlawanan terhadap rezim despotik. Sikap kritis dan sikap ‘ngeyel’
(pantang menyerah) dalam merespon setiap perubahan sosial merupakan
karakter tersendiri dari generasi muda. Kepahlawanan dan peran-peran
yang dimainkan merupakan kesadaran dari tangungjawab sebagai anak bangsa
yang tidak menginginkan sebuah sistem yang menindas. Pemuda dengan
semangat perlawanannya ingin selalu berada pada barisan terdepan dalam
setiap perubahan, Dalam melihat persoaalan-persoalan sekitarnya,
generasi ini cenderung menggunakan kepekaan intuisi dan empati yang
sangat tajam, sehingga kilauan merah dari problematika bangsa dapat
dilihatnya secara mendalam. Tidak salah kiranya jika saya memberi
stempel pada generasi ini: Muda, Berani, Militan dan Progresif. Karena jiwa tersebut ada dan mengalir dalam darah generasi muda.
Namun,
jika dilihat lagi dinamika generasi muda saat ini, ada sesuatu hal
yang menarik untuk dijadikan bahan refleksi dan evaluasi. Di tengah
krisis – krisis ekonomi, politik dan krisis jati diri – yang melanda
bangsa Indonesia, generasi muda malah larut dalam pertikaian kepentingan
yang sempit (berdasarkan ideologi, kesukuan, agama, kelompok),
kekerasan antar mahasiswa (tawuran dan perkelahian), ikut arus
kepentingan elit kekuasaan, gaya hidup hedonism, individualistik dan
sebagainya. Watak dan budaya yang sering mengedepankan intelektualitas
semakin terkikis. Budaya yang berkembang dan menjangkiti generasi ini
adalah hedonisme yang cukup tinggi, konsumerisme dan semakin apatis
terhadap realitas yang terjadi di masyarakat. Ibarat “macan yang sudah
ompong dan tak bertaring lagi”. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai
simbol persatuan yang melahirkan janji dan sumpah untuk bersatu -
berbangsa, berbahasa, bertanah air satu, Indonesia, tidak lagi “sakral”
dengan adanya keinginan dari “komunitas lama” untuk mendirikan negara
sendiri. Menurut Danial Dhakidae dalam pengantar buku Imagined Communities – di Indonesiakan menjadi Komunitas-Komuntas Terbayang – melihat bahwa the holy trinity, tritunggal suci – bangsa, bahasa, tanah air – kini berubah wajah dan semakin “garang” menjadi the unholy trinity yang saling mendepak satu sama lain (Danial Dhakidae 2001: Xiii)
Awan-suram
semakin menyelimuti dinamika generasi muda dengan fenomena maraknya
perkelahian, tawuran, terlibat dalan konflik kepentingan politik elit,
saling hujat antar kelompok mahasiswa dan atau kelompok pemuda.
Perbedaan yang muncul diselesaikan dengan cara otot bukan otak. Hal ini
menunjukkan terjadinya degradasi moral, watak dan mental generasi muda.
Kemunduran semangat persatuan, kolektifitas, intelektualitas dan daya
juang generasi muda akan berbahaya pada kelanjutan pembangunan bangsa.
Karena generasi muda menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Masa depan
bangsa Indonesia tergantung dari kesadaran angkatan mudanya. Di tangan
kaum muda, Indonesia dapat kembali bangkit. Masa depan Indonesia
sepenuhnya tergantung pada kreatifitas dan keberanian anak muda
(generasi muda). Generasi muda penuh dengan cita-cita yang idealis,
tidak pernah menyerah untuk melawan penindasan, di kantong mereka tidak
ada duit korupsi, tidak pernah menculik, tidak pernah menipu rakyat,
mereka hanya punya kemauan baik untuk Tanah Air (Pramodya Ananta Toer,
Tempo, 5 April 1999).
Persatuan Pemuda Melawan Neoliberalisme
Kesadaran
untuk bersatu dan membebaskan diri dari belenggu penjajahan (neokolim)
menjadi pondasi dasar semangat sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober
!928. Sekat-sekat kesukuan, ideologi, bahasa, budaya, kepentingan
kelompok dan sebagainya ditanggalkan demi terciptanya Indonesia merdeka.
Pengakuan sebagai bangsa, tanah air dan bahasa satu; Indonesia, menjadi
titik awal kebangkitan nasionalisme Indonesia.
Ruh sumpah pemuda
bisa dijadikan titik awal untuk kembali menyatukan gerakan pemuda (dan
juga gerakan mahasiswa). Semangat dan cita-cita Pemuda yang menggelora
keseluruh pelosok nusantara pada tanggal 28 Oktober 1928 perlu
disuarakan kembali. Perlu kiranya diselenggarakan lagi pertemuan
(konsolidasi) semua elemen gerakan mahasiswa dan pemuda untuk
memunculkan rumusan - semacam manifesto - terhadap permasalahan yang
sedang dihadapi bangsa Indoensia. Bukan bermaksud untuk meromantisme
keberhasilan dan ke-heroik-an dari Soempah Pemoeda yang berhasil
menghimpun kekuatan pemuda seluruh nusantara. Tapi, pertemuan nasional
pemuda dimaksudkan untuk mendiskusikan problem-problem yang sedang
dihadapi oleh gerakan pemuda, persoalan bangsa Indonesia terutama
bagaimana kemudian melawan sistem kapitalisme/neoliberalisme yang sedang
mencengkram Indonesia. Selain itu juga, pertemuan tersebut diharapkan
dapat meminimalisir konflik kekerasan diantara kelompok mahasiswa dan
kepemudaan.
Dalam konsolidasi pemuda diharapkan, sekat-sekat
ideologi, budaya, suku, kelompok, agama, dan sebagainya yang menjadi
pemicu konflik selama ini antar sesama gerakan mahasiswa dan kelompok
kepemudaan bisa ditanggalkan sehingga persatuan yang lebih kokrit dapat
terwujud. Semua golongan ideologi, baik kelompok kiri, tengah,
kiri-tengah, kanan (apapun spectrum ideologinya), organisasi kepemudaan,
organisasi mahasiswa yang sifatnya kedaerahan, organisasi pemuda
berbasiskan agama dan golongan, dapat berkumpul dan berdiskusi
menyelesaikan persoalan bersama. Sehingga tidak muncul lagi kecurigaan,
saling intrik, saling pukul, saling lempar batu, antar sesama pemuda dan
mahasiswa. Bukankah lebih elegan menyelesaikan permasalahan dalam sebuah forum diskusi dari pada saling pukul dan lempar batu.
Pemuda harus menyadari bahwa musuh utamanya saat ini adalah
Neoliberalisme dan antek-anteknya yang sedang berkuasa di Indonesia.
System Neoliberalisme lah yang kemudian melakukan penghancuran terhadap
cita-cita perjuangan seperti yang amanatkan oleh pejuang-pejuang
kemerdekaan. Neoliberalisme lah yang menyebabkan 7,41 % pengangguran
dari 119,4 juta orang angkatan kerja. Neoliberalisme lah yang
menyebabkan 1 juta lebih lulusan Perguruan Tinggi tidak bekerja. Apabila
di lihat dari usianya, pengangguran-pengangguran tersebut merupakan
usia peroduktif (jika dikategorikan, berada dalam golongan pemuda)
Memandang
musuh bersama rakyat dan pemuda saat ini adalah Neoliberalisme maka
tidak perlu ada ada konflik, perkelahian, bentrokan, tawuran antar
kelompok/organisasi pemuda. Pemahaman bersama bahwa tugas kaum muda dulu
dan kini melawan segala bentuk penindasan, korupsi, kezaliman dan
ketidak adilan. Dulu, kaum muda melawan penjajahan. Kini, kaum muda pun
harus melakukan perlawanan terhadap penjajah (dalam bentuk dan gaya baru
yaitu Neoliberalisme termasuk bonekanya)
Mudah-mudahan dengan
semangat Soempah Pemoeda, gerakan pemuda dapat menggeliat lagi sehingga
jalanan dipenuhi oleh aksi-aksi kritis mereka. Untuk menutup tulisan
ini, saya akan mengutip sumpah pemuda versi ’90-an yang telah digubah
oleh aktivis pemuda pada tahun 1998 (sumpah yang sering diteriakan
mahasiswa pada setiap demonstrasi): Kami pemuda dan pemudi Indonesia
mengaku, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan; Kami pemuda dan
pemudi Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan
keadilan; Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku berbahasa satu,
bahasa tanpa kebohongan.
Referensi:
Anderson, Bedenict, Imagened Communities; Komunitas-Komunitas Terbayang,
INSIST & Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001,
Anderson, Bedenict, Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
Barat 1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, 1988
Tempo, 5 April 1999
http://finance.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
http://fokus.vivanews.com/news/read/218702-pengangguran-turun--belum-tentu-sejahtera








Home »
Perspektif
» Persatuan Gerakan Pemuda Melawan Neoliberalisme
Persatuan Gerakan Pemuda Melawan Neoliberalisme
Posted by Redaksi
Posted on 03.29
with No comments
0 komentar:
Posting Komentar