PENGANTAR EKONOMI-POLITIK
I. Produksi Barang-Barang Kebutuhan Adalah Basis Dari Kehidupan Sosial
Kita harus memulainya dari pemahaman yang sangat
mendasar. Bahwa untuk mempertahankan dan melanjutkan hidupnya, manusia harus
dapat mencukupi kebutuhan utamanya yaitu: makanan, pakaian dan tempat tinggal.
Oleh karena itu manusia harus memproduksi semua kebutuhan-kebutuhannya.[1]
Dalam proses produksi inilah, manusia menggunakan dan mengembangkan alat-alat
produksi (alat alat kerja dan obyek kerja) disamping tenaga kerjanya
sendiri. Dari mulai tangan, kapak, palu, lembing, palu, cangkul hingga komputer
serta mesin-mesin modern seperti sekarang ini. Alat-alat produksi (ada
teknologi didalamnya) dan tenaga kerja manusia (ada pengalaman, ilmu
pengetahuan didalamnya) tidak pernah bersifat surut melainkan terus maju
disebut sebagai Tenaga produktif masyarakat yaitu kekuatan yang
mendorong perkembangan masyarakat.
II. Hubungan Produksi, Tenaga
Produktif dan Cara Produksi
Dalam suatu aktivitas
proses produksi guna memenuhi kebutuhannya manusia berhubungan dengan manusia
lain. Karena Proses produksi selalu merupakan hasil saling hubungan antar
manusia, maka sifat dari produksi juga selalu bersifat sosial. Saling
hubungan antar manusia dalam suatu proses produksi ini disebut sebagai hubungan
sosial produksi. Dari kegiatan produksi ini kemudian muncul kegiatan
berikutnya yaitu distribusi dan pertukaran barang. Hubungan sosial produksi
dalam sebauh masyarakat bisa bersifat kerja sama atau bersifat penghisapan. Hal
ini tergantung siapakah yang memiliki atau menguasai seluruh alat-alat produksi
(alat-alat kerja dan obyek kerja).
Hubungan sosial produksi
dan tenaga produktif (alat-alat produksi dan tenaga kerja) inilah kemudian
membentuk suatu cara produksi dalam suatu masyarakat. Misalnya cara produksi
komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme dan sosialisme. Perubahan
yang terjadi dari suatu cara produksi tertentu ke cara produksi yang lain
terjadi akibat berkembangnya tenaga produktif dalam suatu masyarakat yang
akhirnya mendorong hubungan produksi lama tidak dapat dipertahankan lagi dan
menuntut adanya hubungan produksi baru. Inilah hukum dasar sejarah masyarakat
dan merupakan sumber utama dari semua perubahan sosial yang ada.
III. Kelas-Kelas Dalam
Masyarakat
Berdasarkan Posisi
dan hubungannya dengan alat-alat produksi inilah masyarakat kemudian terbagi
kedalam kelompok-kelompok yang disebut kelas-kelas. Misalnya Dalam suatu
masyarakat berkelas selalu terdapat dua kelas utama yang berbeda yang saling
bertentangan berdasarkan posisi dan hubungan mereka dengan alat-alat produksi.
Tetapi, tidak semua cara produksi masyarakat terdapat pembagian kelas-kelas.
Dalam sejarah umat manusia terdapat suatu masa dimana belum terdapat pembagian
masyarakat ke dalam kelas-kelas. Misalnya dalam cara produksi komunal
primitif, alat-alat produksi dimiliki secara bersama (atau alat produksi
adalah milik sosial). Posisi dan hubungan mereka atas alat-alat produksi adalah
sama. Semua orang bekerja dan hasil produksinya dibagi secara adil diantara
mereka. Karena alat produksi masih primitif hasil produksinya pun belum
berlebihan diatas dari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ada
basis/alasan orang/kelompok untuk menguasai hasil kerja orang lain. Oleh karena
itu tidak ada pembagian kelas-kelas dalam masa ini. Yang ada hanyalah pembagian
kerja, ada yang berburu, bercocok tanam dan lain-lain.
Masyarakat berkelas muncul pertama kali ketika kekuatan-kekuatan
produksi (alat-alat kerja dan tenaga kerja) berkembang hingga menghasilkan
produksi berlebih. Kelebihan produksi inilah yang pertama kali menjadi awal
untuk kelompok lain untuk mengambil kelebihan produksi yang ada. Dalam setiap
masyarakat berkelas yang ada selalu didapati adanya pengambilan/perampasan atas
hasil produksi. Perampasan atas hasil produksi inilah yang kemudian sering
dinamakan dengan penghisapan.
Lain halnya dalam cara produksi setelah komunal primitif
yaitu perbudakan, yang menghasilkan dua kelas utama yaitu budak dan
pemilik budak. Dalam masa perbudakan alat-alat produksi beserta budaknya
sekaligus dikuasai oleh pemilik budak. Budaklah yang bekerja menghasilkan
produksi. Hasil produksi seluruhnya dikuasai oleh pemilik budak. Budak sama
artinya dengan sapi, kerbau atau kuda. Pemilik budak cukup hanya memberi makan
budaknya.
Sementara dalam masa feodalisme (berasal dari kata
feodum yang berarti tanah) dimana terdapat dua kelas utama yaitu tuan feodal
(bangsawan pemilik tanah) dengan kaum tani hamba atau petani yang pembayar
upeti. Produksi utama yang dihasilkan didapatkan dari mengolah tanah. Tanah
beserta alat-alat kerjanya dikuasai oleh tuan feodal atau bangsawan pemilik
tanah. Kaum Tani hambalah yang mengerjakan proses produksi. Ia harus
menyerahkan (memberikan upeti) sebagian besar dari hasil produksinya kepada
tuan feodal atau para bangsawan pemilik tanah.
Begitu pula halnya dalam
sistem kapitalisme yang menghasilkan dua kelas utama yaitu kelas
kapitalis dan kelas buruh. Proses kegiatan produksi utamanya adalah ditujukan
bukan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia, melainkan untuk menghasilkan
barang–barang dagangan untuk dijual ke pasar, untuk mendapatkan keuntungan yang
menjadi milik kapitalis. Keuntungan yang didapat ini kemudian dipergunakan
untuk melipatgandakan modalnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil kerja
buruh ini, dirampas dan menjadi milik kapitalis. Buruh berbeda dengan budak
atau tani hamba. Buruh, adalah manusia bebas. Ia bukan miliknya kapitalis.
Tetapi 7 jam kerja sehari atau lebih dalam hidupnya menjadi milik kapitalis
yang membeli tenaga kerjanya. Buruh juga bebas menjual tenaga kerjanya kepada
kapitalis manapun dan kapanpun ia mau. Ia dapat keluar dari kapitalis yang satu
ke kapitalis yang lain. Tetapi akibat sumber satu-satunya agar ia dapat hidup
hanya menjual tenaga kerjanya untuk upah, maka ia tidak dapat pergi
meninggalkan seluruh kelas kapitalis. Artinya buruh diikat, dibelenggu,
diperbudak oleh seluruh kapitalis, oleh sistem kekuasaan modal, oleh sistem
kapitalisme. Kita akan membahas persoalan lebih detail lagi.
KAPITALISME
Kapitalisme, adalah sebuah nama
yang diberikan terhadap sistem sosial dimana alat-alat produksi, tanah,
pabrik-pabrik dan lain-lain dikuasai oleh segelintir orang yaitu kelas kapitalis
(pemilik modal). Jadi kelas ini hidup dari kepemilikannya atas alat-alat
produksi. Sementara kelas lain (buruh) yang tidak menguasai alat produksi,
hidup dengan bekerja (menjual tenaga kerjanya) kepada kelas kapitalis untuk
mendapatkan upah.
Kepemilikan alat-alat
produksi kemudian dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang untuk dijual ke
pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali
untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat
untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan
dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus.
Pengusaha yang pandai
adalah seorang yang membayar sekecil mungkin terhadap apa yang dibelinya dan
menerima sebanyak mungkin terhadap apa yang dijualnya. Tahap awal menuju
keuntungan yang tinggi adalah menurunkan biaya-biaya produksi. Salah satu biaya
produksi adalah upah buruh. Oleh karena itulah kepentingan pengusaha untuk
membayar upah serendah mungkin. Selain itu pengusaha juga berkepentingan untuk
mendapatkan hasil kerja buruhnya sebanyak mungkin.
Kepentingan dari para
pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bekerja
(buruh) kepada mereka. Kelas buruh berkepentingan terhadap meningkatnya upah,
meningkatnya kesejahteraannya. Kedua kelas ini bertindak sebagaimana
kepentingan (keharusan) yang ada pada mereka. Masing-masing hanya dapat
berhasil dengan mengorbankan yang lain. Itulah mengapa, dalam masyarakat
kapitalis, selalu ada pertentangan antara dua kelas tersebut.
I. NILAI LEBIH
Kelas buruh yang tidak
memiliki alat produksi harus menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan upah
untuk membeli sejumlah barang untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi apakah upah
itu? Bagaimana upah itu ditentukan?
Upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja
tertentu. Yang dibeli kapitalis dari buruh adalah bukan kerjanya melainkan
tenaga kerjanya. Setelah ia membeli tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh
kaum buruh untuk selama waktu yang ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam
sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari dalam sebulan (bagi buruh bulanan).
Tetapi bagaimana kapitalis
atau (pemerintah dalam masyarakat kapitalis) menentukan upah buruhnya sebesar
591.000 perbulan (di DKI misalny) atau 20 ribu per hari (untuk 7 jam kerja
misalnya)? Jawabanya karena tenaga kerjanya adalah barang dagangan yang sama
nilainya dengan barang dagangan lain. Yaitu ditentukan oleh jumlah kebutuhan
sosial untuk memproduksikannya (cukup agar buruh tetap punya tenaga untuk bisa
terus bekerja). Yaitu kebutuhan hidupnya yang penting yaitu kebutuhan pangan
(Misalnya 3 kali makan), sandang (membeli pakaian, sepatu dll) dan papan (biaya
tempat tinggal) termasuk juga untuk untuk menghidupi keluarganya. Dengan kata
lain cukup untuk bertahan hidup, dan sanggup membesarkan anak-anak untuk
menggantikannya saat ia terlalu tua untuk bekerja, atau mati. Lihat misalnya
konsep upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.
Jadi upah yang dibayarkan oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar
jumlah barang dan keuntungan yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah
perusahan besar (yang telah memperdagangkan sahamnyadi pasar saham) sering
mengumumkan keuntungan perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi
dari manakah keuntungan ini di dapat?
Jelas keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan produksinya. Tetapi yang
mengerjakan produksi bukanlah pemilik modal melainkan para buruh yang bekerja
di perusahaannya lah yang menghasilkan produksi ini. Yang merubah kapas menjadi
banang, merubah benang menjadi kain, merubah kain menjadi pakaian dan semua
contoh kegiatan produksi atau jasa lainnya. Kerja kaum buruh lah yang
menciptakan nilai baru dari barang-barang sebelumnya.
Contoh sederhana misalnya. Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000
untuk kerja selama 8 jam sehari. Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10
potong pakaian dari kain 30 meter. Harga kain sebelum menjadi pakaian
permeternya adalah 5000 atau 150.000 untuk 30 meter kain. Sementara untuk biaya
benang dan biaya-biaya produksi lainnya (misalnya listrik, keausan mesin dan
alat-alat kerja lain) dihitung oleh pengusaha sebesar 50.000 seharinya. Total
biaya produksi adalah 20.000 (untuk upah buruh) + 150.000 (untuk kain) + 50.000
(biaya produksi lainnya) sebesar 220.000. Tetapi pengusaha dapat menjual harga
satu kainnya sebesar 50.000 untuk satu potong pakian atau 500.000 untuk 10
potong pakaian di pasaran. Oleh karena itu kemudian ia mendapatkan keuntungan
sebesar 500.000 – 220.000 = 280.000.
Jadi kerja 8 jam kerja seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai
baru sebesar sebesar 240.000. Tetapi ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara
220.000 menjadi milik pengusaha. Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila
ia dibayar 20.000, ia seharusnya cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan
dapat pulang ke kontrakannya. Tetapi tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam
karena ia telah disewa oleh pengusaha untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh
pabrik garmen tadi bekerja kurang dari satu jam untuk dirinya (untuk
menghasilkan nilai 20.000 yang ia dapatkan) dan selebihnya ia bekerja selama 7
jam lebih untuk pengusaha (220.000).
II. Akumulasi Kapital Dan Krisis Kapitalisme
Seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa kapitalisme
hidup pertama dari kepemilikan mereka atas alat-alat produksi yang seharusnya
menjadi milik sosial (lihat sejarah masyarakat bahwa pada awalnya alat-alat
produksi ini adalah milik bersama/sosial). Kepemilikan alat-alat produksi ini
dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang yang dijual ke pasaran untuk
mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah
modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu
seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari
kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus.
Sederhananya, kapital menuntut kapitalis untuk terus
mengakumulasi modal, untuk menjadi kaya, kaya sekaya-kayanya untuk semakin kaya
lagi, dan tidak ada kata cukup untuk menambah kekayaan. Ini semua bukanlah
persoalan kapitalisnya serakah atau rakus atau karena kapitalisnya adalah orang
yang tidak taat agama, orang Cina, Amerika, Jepang, Korea, Arab dll. Semua
kapitalis adalah sama. Karena memang tuntutan ini bukan karena ada
watak-watak serakah dari individu-individu kapitalis. Melainkan tuntutan dari
cara kerja sistem kapitalisme menuntut setiap kapitalis untuk menjadi demikian.
Penjelasannya seperti di bawah ini.
Misal
bahwa harga ditentukan oleh komposisi permintaan dan penawaran. Adanya
permintaan yang besar terhadap suatu barang, sementara penawaran (persedian)
yang ada lebih kecil dari permintaan pasar menyebabkan harga suatu barang
barang dagangan meningkat. Kejadian ini menyebabkan kapital akan bergerak ke
keadaan dimana permintaan meningkat, yang menyebabkan kapital berkembang.
Ketika
harga suatu barang dagangan tinggi akibat permintaan lebih besar daripada
barang yang tersedia di pasar, maka untuk memperbesar keuntungan maka si
kapitalis meningkatkan jumlah barang dagangannya. Ini dilakukan dengan cara
meningkatkan/menambah jumlah mesin yang ia miliki, menambah jumlah buruh,
melakukan pembagian tugas/kerja yang lebih canggih (lebih kecil),
melakukan percepatan, dan meningkatkan efisiensi dalam pabrik.
Tetapi mesin-mesin
juga menciptakan kelebihan populasi pekerja, mereka juga mengubah watak buruh.
Buruh-buruh trampil menjadi tidak berguna ketrampilannya karena ketrampilannya
telah diganti oleh mesin. Lihat misalnya para sarjana yang kerja di perbankan,
atau di perusahaan-perusahaan lainnya, mereka yang telatih menggunakan
komputer, memiliki kemampuan akutansi, memiliki bermacam keahlian. Semua
ketrampilan dan keahlian ini menjadi tidak berguna. Karena dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terjadi proses mekanisasi kerja. Kerjanya kini hanya
memasukkan data-data setiap harinya. Terus berulang-ulang. Dengan penggantian
mesin, anak-anak juga dapat dipekerjakan.
Penambahan
mesin-mesin baru yang lebih modern/canggih (ingat sifat dari teknologi yang
terus berkembang) memungkinkan seorang buruh dapat memproduksi sebanyak tiga
kali lipat, sepuluh kali lipat, tujuh belas, atau puluhan kali lipat dari
sebelumnya. Dengan cara ini, maka hasil produksi dapat jauh lebih besar. Harga
biaya produksi bisa lebih diperkecil.
Tetapi
semua tindakan kapitalis diatas tidak saja dilakukan oleh satu kapitalis saja
melainkan kapitalis yang lain juga melakukan tindakan yang sama. Masing-masing
berlomba untuk dapat menguasai pasar, bahkan dengan menurunkan harga barang
dagangan tadi (walaupun harganya tetap diatas biaya produksi). Persaingan ini
terus terjadi. Dimana disatu titik akan menyebabkan beberapa kapitalis yang
kalah dalam persaiangan ini terpaksa kalah, bangkrut atau pindah ke usaha lain
yang berkembang. Kapitalis-kapitalis yang modalnya lebih besar memenangkan
pertarungan ini.
Sejak satu abad yang lalu, dengan mesin-mesin baru yang
lebih canggih (hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) kemampuan
produksi kapitalisme telah dapat memenuhi jumlah dari permintaan yang ada,
bahkan telah jauh diatasnya. Hingga akhirnya produksi barang jauh lebih besar
dibanding dengan kemampuan pasar untuk membeli barang-barang ini. Akhirnya si
kapitalis kini bukan saja harus memikirkan bagaimana mendapatkan untung dari
penjualan barang produksinya melainkan juga bagaimana dapat menjual barang
dagangannya yang berlimpah (diatas permintaan pasar) yang juga harus bersaing
dengan kapitalis lain, menyebabkan kebangkrutan dari beberapa kapitalis.
Kebangkrutan jelas juga membawa akibat terphknya buruh di perusahaan yang kalah
bersaing ini. Rakyat pekerja dilempar ke jalan-jalan menjadi pengangguran.
Sementara itu, barang-barang produksi melimpah di pasar, sementara masyarakat
tidak memiliki daya beli untuk mengkonsumsi barang—barang ini. Ini juga menyebabkan
kebangkrutan kembali dari perusahaan-perusahaan yang ada. Inilah cara kerja
kapitalisme, dimana didalam keteraturannya (ketertibannya) terkandung
ketidaktertibannya, liar, anarki produksi.
III. NEGARA
Klas kapitalis, melalui penghisapannya terhadap klas
pekerja, telah mendapatkan kenyamanan, kekayaan dan martabat. Sementara klas
buruh justru mendapatkan kemiskinan, dan kesengsaraan.
Mengapa kelas yang sebenarnya minoritas dalam jumlah
populasi di bumi ini (kapitalis) justru lebih diuntungkan dibandingkan dengan
kelas mayoritas penduduk dunia (buruh). Kondisi terus bertahan hingga saat ini
karena terdapat sistem kekuasaan sosial ekonomi oleh kelas minoritas yang kaya
terhadap mayoritas kelas buruh. Alat untuk mempertahankan penindasan satu kelas
terhadap kelas lain adalah negara.
Dalam pertentangan kelas kapitalis dan kelas buruh kelas
kapitalis menggunakan negara sebagai sebuah senjata yang sangat diperlukan
melawan pihak yang tidak memiliki.
Kita sering didengungkan oleh kampanye pemerintahan
kapitalis bahwa mereka mewakili semua orang, yang kaya dan miskin. Tetapi
sebenarnya, sejak masyarakat kapitalis yang didasarkan atas kepemilikan pribadi
atas alat produksi serangan apapun terhadap kepemilikan kapitalis akan dihadapi
dengan kekerasan dari pemeritnahan kapitalis. Melalui kekuatan tentara, UU,
hukum, pengadilan dan penjara negara telah berfungsi menjadi anjing penjaga
dari keberlangsungan sistem kepemilikan pribadi yang menguntungkan
kelasminoritas. Klas yang berkuasa secara ekonomi –yang memiliki alat-alat
produksi– juga berkuasa secara politik.
Sejak negara sebagai alat melalui salah satu klas yang
menentukan dan mempertahankan dominasinya/kekuasannya terhadap klas yang lain,
kebebasan sejati bagi sebagian besar yang tertindas tak dapat terwujud.
Negara terwujud untuk menjalankan keputusan-keputusan
dari klas yang mengontrol pemerintah. Dalam masyarakat kapitalis negara
menjalankan keputusan-keputusan dari klas kapitalis. Keputusan-keputusn
tersebut dipola untuk mempertahankan sistem kapitalis dimana klas pekerja harus
bekerja melayani pemilik alat-alat produksi.
*
MONOPOLI
Persaingan, sesuai
teori, adalah sesuatu yang baik, Tetapi pemodal menemukan bahwa praktek tidak
sesuai dengan teori. Mereka menemukan bahwa persaingan mengurangi keuntungan
sedangkan penggabungan meningkatkan keuntungan. Bila semua kapitalis tertarik
pada keuntungan jadi mengapa bersaing? Lebih baik bergabung.
Melalui penggabungan
modal industri dan keuangan berkemampuan untuk berkembang hingga ke tingkat
yang begitu besar dimana dalam beberapa industri saat ini sedikit dari
perusahaan, secara nyata, menghasilkan lebih dari setengah jumlah keseluruhan
produksi atau mendekati jumlah seluruhnya. Misalnya perusahaan sofware komputer
Microsoft atau yang lain (kawan-kawan bisa sebutkan contohnya di Indonesia).
Tidak sulit untuk
melihat bahwa dengan dominasi yang luas seperti itu, monopoli kapitalis berada
di posisi sebagai penentu harga-harga. Dan mereka memang melakukan hal itu.
Mereka menetapkannya pada titik dimana mereka dapat membuat keuntungan
tertinggi. Mereka menentukannya melalui persetujuan diantara mereka sendiri,
atau melalui pengumuman harga perusahaan terkuat dan perusahaan sisanya
memainkan peran sebagai “pengikut”, atau, seperti seringkali terjadi, mereka
mengontrol paten dasar dan memberikan surat ijin untuk memproduksi hanya
sebatas persetujuan yang telah ditentukan.
Monopoli membuat
kemungkinan bagi para pemegang monopoli untuk mengerjakan tujuannya – membuat
keuntungan yang besar. Industri yang bersifat bersaing menghasilkan keuntungan
pada saat-saat yang baik dan memperlihatkan defisit di saat-saat buruk. Tetapi
bagi industri yang bersifat monopoli, polanya berbeda – mereka menghasilkan
keuntungan yang besar di saat-saat yang baik, dan beberapa keuntungan di saat
buruk.
IMPERIALISME DAN PERANG
Pada akhir abad ke
19 dan permulaan abad ke-20, pertukaran komoditi telah menciptakan
internasionalisasi hubungan ekonomi dan internasionalisasi kapital, bersamaan
dengan peningkatan produksi sekala besar, sehingga kompetisi digantikan dengan
monopoli. Dengan kata lain, dalam persaingan bebas, kenaikan produksi berskala
luas akan diambil alih oleh monopoli.
Ciri dominan bisnis
kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik
di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain,
berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha
(trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya
masing-masing.
Ciri khas penguasa
berubah menjadi pemilik kapital keuangan, kekuatan yang secara khas bergerak
dan luwes secara khas jalin menjalin baik di dalam negerinya sendiri maupun
secara internasional yang menghindari individualitas dan dipisahkan dari proses
produksi langsung yang secara khas mudah dikonsentrasikan atau suatu kekuatan
yang secara khas memang sudah memiliki langkah panjang di jalanan yang menuju
pusat konsentrasi, sehingga tangan beberapa ratus milyuner saja dan jutawan
saja bisa menggenggam dunia.
Kemampuan produksi
sebuah barang telah melampaui jumlah penduduk dalam suatu negeri yang
mengkonsumsi barang-barang dagangan ini. Tetapi tuntutan kapitalisme bahwa
barang-barang ini harus tetap dijual ke pasar untuk mendapatkan keuntungan. Ini
berarti bahwa kaum kapitalis harus menjual barang-barang tersebut keluar
negeri. Mereka harus menemukan pasar luar negeri yang akan menyerap kelebihan
penjualan pabrik mereka. Inilah kemudian yang menyebabkan terjadinya penjajahan
(kolonialisme) dari suatu bangsa atas bangsa lain. Kepentingan untuk melakukan
penjajahan ke negeri lain bukan saja untuk menjual barang-barang dagangan
mereka, melainkan juga kebutuhan akan persediaan bahan-bahan mentah yang sangat
besar bagi kegiatan produksi mereka seperti karet, minyak, timah, tembaga,
nikel. Mereka menginginkan untuk mengontrol sendiri sumber-sumber bahan-bahan
mentah yang penting tersebut. Kedua faktor inilah yang kemudian menimbulkan
imperialisme, membangkitkan peperangan antar satu negeri dengan negeri lain.
Perebutan pasar di negeri-negeri jajahan akhirnya menimbulkan perang. Semua
perang-perang yang terjadi baik perang dunia I, II maupun perang dikomandoi
oleh AS saat ini tidak terlepas dari kerangka untuk mendapatkan pasar-pasar
baru.
Zaman imperilisme,
ditandai oleh kendali setiap oligarki keuangan negeri-negeri kapitalis maju,
yang menggunakan kekuasaaan paksaan dan kekerasan terorganisir (mesin-mesin
negara yang mereka pimpin) untuk mempertahankan dominasi imperialnya terhadap
kehidupan ekonomi dan politik negeri-negeri terbelakang, serta untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka dengan mengorbankan kelas pekerja di
negerinya sendiri dan negeri-negeri lain.
Kapitalisme
Neoliberal
Perang dunia II telah berhasil membangkitkan kembali perkembangan modal di
negeri-negeri dunia I. Perkembangan ini telah memacu ekspansi modal dari
negeri-negeri imperialis dunia pertama bergerak ke negeri-negeri miskin di
dunia III. Sejak tahun 1960-an munculnya perusahaan-perusahaan transnasional
dunia I di negeri-negeri dunia III terjadi cukup masif. Namun tuntutan
perluasan pasar atas tuntutan dari perkembangan modal di negeri-negeri dunia I
dirasakan dihambat akibat sejumlah proteksi dari negara-negara dunia III. Oleh
karena itu kemudian pemerintah negara-negara imperialis yang tergabung dalam
kelompok G7 melihat kebutuhan untuk melakukan sejumlah reformasi strukturural
di negara-negara dunia III. Dalam pertemuan tahunan mereka pada tahun 1976
dihasilkan sebuah kesepkatan untuk melakukan reformasi neoliberal yang pada
intinya berisi: pencabutan berbagai subsidi negara, kemudahan masuknya
investasi asing, privatisasi, liberalisasi perdagangan.
Kekuasaan negara-negara imperialis dalam mengontrol lembaga-lembaga keuangan
internasional seperti IMF, Bank Dunia ia telah berhasil mendorong kebijakan
neoliberal ini untuk menjadi kebijakan global di seluruh negeri.
Lembaga-lembaga keuangan interanasional ini berfungsi tidak lebih sebagai agen
pemerintaha negeri-negeri imperialis untuk menjalankan kebijakan ekonomi
neoliberal. Ekspor modal melalui hutang luar negeri dari IMF dan Bank dunia
menjadi senjata untuk menekan pemerintah negeri-negeri dunia III untuk
menjalakan kapitalisme neoliberal.
Walaupun demikian kebijakan ekonomi neoliberal telah terbukti gagal
dipraktekkan di sejumlah negara. Paket reformasi neoliberal telah menyebabkan
negara miskin dunia ketiga menjadi lebih miskin lagi. Kaum kapitalis bersama
pemerintahan negeri-negeri imperialis mencoba mempertahankan kebijakan ini
dengan cara memunculkan sebuah propaganda (ideologi) tentang globalisasi. Dalam
pandangan ini, perkembangan ekonomi telah menjadi global. Aturan-aturan sebuah
negara tidak lagi relevan dalam situasi perekonomian dunia saat ini. Oleh
karena itu globalisasi dunia dalam makna globalisasi neoliberal tidak dapat
dilawan oleh siapapun karena merupakan tuntutan dari perkembangan ekonomi
dunia.
Kenyataannya justru menunjukkan berlainan. Misalnya saja arus investasi dan
jumlah barang dunia justru terkonsentrasi di negeri-negeri imperialis. Yang menjadi
kenyataan dalam kebijakan ekonomi neoliberal saat ini adalah GLOBALISASI
KEMISKINAN dan krisis global sistem kapitalisme.
Kapitalisme telah terbukti tidak mampu mensejahterahkan rakyat pekerja, dan
rakyat miskin bukan saja di negeri-negeri miskin dunia III melainkan juga kini
di negri-negeri dunia I. Tingkat kesejahteraan rakyat pekerja di negeri-negeri
dunia I telah merosot. Wajar kemudian bila kemudian mulai bangkitnya perlawanan
baik dari kaum buruh, pemuda, mahasiswa, perempuan, aktivitis lingkungan
menentang keberadaan kapitalisme. Begitu pula halnya di negeri-negeri miskin
dunia III, mulai menyadari bahwa perjuangan kaum buruh tidak dapat dilakukan
hanya sebatas perjuangan menuntut perbaikan upah semata tanpa menghapuskan akar
dari penghisapand dan kemiskinan serta ketidakadilan yaitu sistem kapitalisme.
Perjuangan harus ditujukan untuk melakukan perjuangan politik yaitu untuk
demokrasi rakyat miskin dan perjuangan untuk sebuah sistem masyarakat yang adil
yaitu SOSIALISME********
0 komentar:
Posting Komentar