SURAT KECIL BUAT PRESIDEN
Dikala
pagi hari yang menerangi rumah gubuk anak proletar membuat keluarganya
terbangun untuk beraktifitas demi mendapatkan sesuap nasi untuk melanjutkan
hidupnya, yaa aku yang melihat langsung kehidupannya yang sangat begitu
memanggil hati membuat air mata ini tidak dapat tertahan untuk menetes dan
langung saja aku sebutkan dia,dia bernama Yusran yang tinggal di dusun penanian
desa batetangnga kecematan binuang kabupaten polewali mandar dia hidup bersama
seoarang neneknya semata dan sekaligus sebagai tulang punggung
keluarganya.
Setiap pagi si Yusran berangkat
kesekolah dengan melewati hutan dan menyebrangi sungai demi sampai di
sekolahnya menuntut ilmu dan si neneknya yang sebagai tulang punggung
keluarganya ketika si yusran udah berangkat kesekolah si nenek harus
berangkat ke kebunnya yang kira-kira hanya ±1 hektar saja dan itupun kebun yang
diberikan kepada warga sekitar untuk dia garap dan harus bagi hasil ketika udah
dapat penghasilan.
Dan pernah ketika aku dan si nenek
Yusran berbincang bersama di rumah gubuknya yang menurut sekalangan orang itu
adalah pondok buruk dan tidak layak digunakan nenek berkata “saya hidup sudah
÷20 tahun disini bersama Yusran dan penghsilan yang saya dapat untuk garap
kebun ini hanya sekitar Rp. 100.000 per bulannya itupun kalau panen kakao yang
saya garap tidak terkena hama kalau misalkan terkenana hama kakao yang saya
garap pasti akan busuk juga dan membuat saya tidak dapat penghasilan sehingga
saya harus meminjam uang lagi di masyarakat sekitar untuk saya makan dan cucu
saya”
saya yang sedih mendengar cerita si
nenek membuat saya bertanya tentang si Yusran dan nenek menjawab lagi “ si
Yusran itu udah lama ditinggalkan orang tuanya mulai sejak dia masih berumur 1
tahun dia udah ditinggalkan ibunya yang di panggil sang Khalik dan ketika
Yusran berumur 2 tahun bapaknya menghilang begitu saja, dan tidak ada yang
tahu bapak Yusran kemana sehingga saya yang harus merawat si Yusran mulai dia
kecil hingga menyekolakannya”
saya bertanya lagi kepada nenek
kenapa si Yusran nenek harus sekolakan sedangkan biaya sekolah yang begitu
mahal apa cukup tidak nenek membiayai hidup nenek dan Yusran; dan nenek
menjawab “iyha pasti kalau melihat cukup tidak biaya hidup nenek pasti tidak
dengan harga beras yang begitu mahal ditambah harga makanan lainnya yang melambung
mahal juga tapi nenek berfikir kalau saya sekolahin si Yusran semampu saya
pasti akan memberikan impian cerah masa depannya terbuka” dan melihat nenek
yang meneteskan air matanya tanpa henti meratapi hidupnya yang sangat sulit
membuat aku juga tidak tahan menahan air mata ini menetes dan aku berhenti
berbincang bersama nenek sesudah itu.
Hari
kedua aku di rumah si Yusran pada hari Jum’at yang lalu dan hari itu tepat
dengan hari libur si Yusran karena dia sekolah di Pondok Pesantren Aliyah DDI
Kanang yang udah duduk di kelas XI, aku mengikuti kembali kehidupannya dan
ketika pagi hari si Yusran yang sangat menyayangi neneknya dia membantu si
nenek untuk ke ladang membabat rumput kebun yang baru-baru diberikan warga
untuk si nenek kelola, dan bermodal sabit dan cangkul saya.
Yusran
dan si nenek berangkat bersama ke ladang baru itu; dan cukup menguras tenaga
aku juga untuk sampai ke ladang itu karena harus melewati dua kali perbukitan
yang tinggi dan sesampainya disana aku malu dengan si nenek dan yusran karena
aku harus beristirahat panjang dulu karena kecapean namun si nenek yang udah
umurnya ±60 tahun dia masih sangat kuat untuk langsung kerja tanpa ingat lelah
aku pikir itu adalah perjuangan si nenek demi menyekolakan si Yusran, mulai
pagi sampai sore kami selalu kerja hingga tidak mengingat waktu lagi kalau ini
udah sore.
Di
malam hari saya menginap dirumah si Yusran dan nenek bertiga dengan menggunakan
penerangan seadanya yaitu pelita yang dibuat dari kaleng susu dan minyak tanah.
Ketika nenek datang membawa makanan untuk kami makan di malam hari sempat
membuat aku tidak ingin makan karena hanya menu makan seadanya seperti nasi dan
lauknya garam dan mangga namun melihat si Yusran dan nenek makan dengan lahap
memakan nasi menggunakan mangga akupun memaksakannya untuk makan bersama
mereka, dan ketika saya makan bersama mereka membuat aku teringat dengan
kehidupan aku yang di fasilitasi mewah oleh orang tua saya ketika aku makan
pasti komflik makannya yang sehat namun aku bandingin dengan kehidupan Yusran
sangat jauhlah dari kehidupanku dan ini membuat semangat api perjuanganku
semakin menyala demi kesejahteraan yang katanya kita udah merdeka namun apa
kenyataannya buat mereka “satu surat buatmu pemerintah baru aku ingin
kemerdekaan itu ada jangan sekedar monument kemerdekaan saja tapi lihat
realisasi kemerdekaan ini”.
Udah
masuk hari ketiga aku berada di rumah Yusran karena tugas dari Organisasi saya
yaitu Forum Komuikasi Siswa Progresif yang memberikan aku tugas untuk melihat
kehidupan si Yusran dan sekolahnya dan ini adalah tugas yang menyenangkan buat
aku karena dapat melihat kehidupan sebenarnya, di hari ketiga ini aku punya
tugas untuk melihat perjalanan sekolah si Yusran dan berangkat bersama Yusran
untuk kesekolahnya aku bercerita bersama di jalan; aku bertanya pada Yusran
kalau seandainya pendidikan di gratiskan bagaimana pendapatmmu? Tanya si
Yusran, “kalau emang itu terjadi dan kami rasakan realisasinya kami pasti
sangat gembira khususnya di kalangan kami yang setiap harinya harus makan nasi dan
mangga saja dan kalau pendidikan digratiskan jangan hanya pendidikan dasar saja
tapi sampai ke sarjanaan laa karena kalau kita pikir masa Negara tidak bisa
membiayai pendidikan dengan SDA bangsa yang sangat melimpah, kan nda
logiskan”
Betul
sekali kata si Yusran masa pendidikan tidak dapat di biayai Negara “satu surat
lagi buatmu presidenku” mana uang rakyat..? setelah lama ngobrol dengan si
Yusran di jalan akhirnya sampai juga di sekolah Yusran di Pondok Pesantren
Aliyah DDI Kanang yang satu-satunya sekolah tingkat SMA di wilayah itu yang
dapat dijangkau anak-anak pelosok. Di sekolah aku tertarik untuk berbincang
dengan salah satu guru di sekolah itu, yaa guru itu bernama Pak. Abu Khaer
sekaligus sebagai kepala sekolah MA DDI Kanang, pertanyaan yang sederhana saja
aku berikan kepada bapak pada waktu itu aku cuman bertanya apa yang menjadi
kendala sekolah dalam proses mengajar?
Jawaban
yang singkat saya dapatkan yaitu fasilitas yang tidak memadai; dan ini membuat
heran aku juga waa kenapa sekolah harus kurang fasilitas dan kembali melihat
kekayaan Indonesia masa fasilitas sekolah harus tidak memadai , ini satu surat
lagi buatmu Presidenku “pak presiden harus tahu bahwa semua yang menjadikan
bangsa maju adalah pendidikan pak Presiden maka dari itu yang awal bapak
lirikkan matanya adalah pendidikan bapak Presiden” kami siswa yang sadar akan
selalu melihat teman-teman kami yang ingin merasakan bangku sekolah dan kami
siswa yang sadar akan selalu mejadikan prinsip dalam jiwa kami bahwa kami bukan
manusia bodoh namun kami adalah manusia terdidik dan kami siswa yang akan
melanjutkan perjuangan Soekarno yang ingin melihat bangsa ini merdeka seutunya.
Itulah prinsip kami bapak Presiden dan kami akan sumbangkan kepadamu jiwa dan
raga ini kepada bangsa yangtercinta ini, kami ingin melihat kemerdekaan ada di
mereka yang tidak pernah merasakan bangku sekolah.
Surat
kami kepadamu Presidenku untuk melihat kami yang tidak pernah dilirik mata
selama ini. Dan ini kisah nyata buatmu Presiden dan masih banyak kasus pendidikan
lainnya yang tak pernah terlirik olehmu khususnya pendidikan yang ada di
pelosok. Ini bukan hanya kerja kami sebagai siswa yang telah sadar akan
kebobrokan pendidikan namun ini adalah tugas dari bapak Presiden, jangan bapak
Presiden memberikan beban pendidikan bobrok ini di pundak kami namun jadikan
pendidikan yang Ilmiah ada di pundak kami, itulah harapan kami kepadamu
Presidenku.
By:
Team
Jurnalis Forum Komunikasi Siswa Progresif - Sentra Gerakan Muda Kerakyatan
0 komentar:
Posting Komentar