“Saya harus mengatakan bahwa
tugas-tugas dari pemuda secara umum, Liga Pemuda Komunis dan khususnya semua
organisasi lain, bisa diringkas dalam satu kata tunggal, yaitu: b e l a j a r.
(Lenin October 2, 1920)”
Salam Demokrasi
Pembebasan!
Salam Pemberontakan!
Dalam
perjalanannya, gerakan mahasiswa dan pemuda pada umumnya telah mengalami
kebingungan dalam internal gerakan mahasiswa/pemuda itu sendiri, ini terlihat
dari bayaknya mahasiswa/pemuda yang terjebak dalam perpeloncoan, pragmatisme
dan meramu issu-issu yang sangat elitis, dan semakin menjauhkan diri dari
problem-problem rakyat. seakan terdapat tempok penghalang nun kokoh antara
rakyat dan mahasiswa/pemuda sebagai pelopor gerakan perubahan. Mahasiswa/pemuda
yang terkurung dan semakin membusuk dalam kampus itu dan tidak sedikit dari
mereka merelakan diri menjadi pelayan setia pada si tuan penindas rakyat.
Mahasiswa/pemuda yang memiiki niai lebih dalam aktivitas akademik, sebagai
ruang konsumsi pandangan-pandangan begitu lebih luas dan kesempatan lebih
banyak dibandingkan dengan rakyat yang sibuk memperbaiki ekonominya seperti
bekerja sebagai buruh pabrik, bertani, dan berlayar sampai berbulan-bulan
lamanya, sehingga tidak memiliki banyak kesempatan untuk belajar,
mahasiswa/pemuda secara umum seyokgianya dapat memamfaatkan kesempatan emas itu
untuk belajar demi kepentingan rakyat tertindas secara umum. Selain itu,
mahasiswa/pemuda juga harus mengorganisasikan diri, dan membantu
perjuangan-perjuangan rakyat, untuk terlepas dari belenggu kapitalisme yang
menindas rakyat pekerja dalam konsep “trilogi” sebagai rumus
umum baik perjuangan organisasi mahasiswa/pemuda revolusioner, maupun
organisasi mahasiswa yang di cap moderat sekaipun.
Lahirnya
Konsep brilian yang disebut “Trilogy”
Mungkin
kawan-kawan semua sudah tau apa itu trilogi, dan mungkin bahkan
telah mempraktekkannya dalam gerak perjuangan kawan-kawan, baik
mahasiswa/pemuda yang sedang berlawan, maupun pelajar (siswa). Nah, dalam “trilogy” tersebut
seperti yang telah aku sebutkan sebelumnya, terdapat tiga konsep yang
menjadi rumusan atau suatu hokum gerak yang kemudian di kontekstualkan dalam
perjuangan mahasiswa dan pemuda revolusioner. Tiga rumusan yang dimaksud diatas
yaitu: “study, organization, and revolution”.
Mungkin akan menjadi
berbeda secara konsep dan prakteknya dengan trilogy lain yang
banyak dikemukakan dan di praktekkan oleh banyak organisasi mahasiswa. Disini
ada tiga rumus dalam persfekif perjuangan gerakan mahasiswa dan pemuda
revolusioner dan konsep ini bisa bersifat umum bagi semua organisasi mahasiswa,
trilogy ini telah sejak awal dirumuskan oleh organisasi gerakan
mahasiswa/pemuda seperti Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia pada konggres
ke-II CGMI pada tahun 1961 (baca: trilogi cgmi) dan telah menjadi platform
perjuangannya, sehingga pada waktu itu banyak anggota CGMI yang
bersemangat ingin belajar di Negara Kuba untuk belajar soal pertanian dengan
melihat potensi alam dan rakyat Indonesia banyak bergerak di sektor ekonomi
pertanian.
Namun,
tidak lama kemudian konsep brilian ini, kandas di awal perjalanannya karena
adanya konspirasi politik dari kubu militer Angkatan Darat (AD) dan CIA pada
waktu pecahnya kudeta militer 1965-66, dan Soekarno lengser dari tampuk
kekuasaannya. Tetapi, konsep itu, tidak serta merta lenyap dari permukaan bumi
Indonesia seiring dengan dibuburkannya dan dilarangnya organisasi mahasiswa
revolusioner seperti CGMI oleh pemerintah otoriter Soeharto, bahkan konsep itu
banyak dipakai oleh organisasi mahasiswa revolusioner, dan menjadikan trilogy
CGMI sebagai bentuk strategi-taktik maupun sebagai slogan perjuangannya, dan
akan lebih banyak lagi organisasi-organisasi mahasiswa, pemuda, dan pelajar
yang akan menggunakan trilogy sebgai konsep perjuangannya karena belajar,
berorganisasi, dan revolusi menjadi hal yang mutlak dipraktekkan oleh
organisasi mahasiswa yang mengaku revolusioner.
Tiga
rumusan penting ini, dalam sejarah gerakan mahasiswa/pemuda revolusioner telah
menjadi perdebatan yang panjang dikalangan aktivis mahasiswa dan pemuda
revolusioner, dari kesapahaman tentang 3 rumusan penting itu terdapat
perdebatan panjang pada tataran bagaimana mengkontekstualisasikan, akan tetapi
perdebatannya hanya terbentur pada primer dan sekunder, pada yang mana lebih
utama dilakukan dan mana yang menjadi factor pendukung dalam praktek perjuangan
mahasiswa/pemuda revousioner, apakah belajar, organisasi ataukah berjuang, atau
mempraktekkan dari tiga rumusan teori itu sekaligus secara bersamaan? Bukan
pada persoalan objektivitas konsep tersebut. Mungkin akan kita coba ulas lebih
jauh tentang “trilogy” gerakan mahasiswa/pemuda revolusioner itu
secara detail selanjutnya.
Tri Logi Sebagai Teori
Mahasiswa Revolusioner
Trilogi ini memenuhi
kebutuhan di tiga ranah pembelajaran yaitu ranah kognitif (nalar), afektif
(kepekaan, kepedulian) dan psikomotorik (keterampilan praktek). Metode ini
menular dan diwariskan ke kelompok-kelompok diskusi dan gerakan mahasiswa lain
hingga sekarang. Belajar, berorganisasi dan berjuang (revolusi), dari tiga
rumusan tersebut diposisikan sederajat dan sama pentingnya begitu pula
prakteknya secara bersamaan. dimana mahasiswa dan pemuda progresif revolusioner
di tekankan untuk belajar, baik ilmu social, ekonomi, politik, dan bahkan
sampai pada ilmu teknik untuk menciptakan teknologi modern yang semata-mata
bertujuan untuk kepentingan dan berkesusaian dengan kebutuhan rakyat sampai
pada cita-cita sosialisme sebgai negasi dari system kapitalisme.
Tujuan
ini pernah disampaikan oleh kawan D.N Aidit pada konferensi nasional CGMI, dia
mengatakan seperti ini: “..saya berharap saudara-saudara dapat
menciptakan suasana berkompetisi disetiap universitas diseluruh negeri untuk
menjadikan diri “patriot dan ahli” yang militant dan bercita-citakan
sosialisme.” Sangatlah tepat apa yang disampaikan oleh aidit itu. Kemudian
organisasi juga begitu penting dimana mahasiswa sebagai mahkluk social yang
tidak terlepas dari manusia lainnya tentunya mengharuskan kita membentuk
organisasi revolusioner dalam menjalankan dan mempraktekkan teori-teori dari
aktivitas belajar kita dan juga menjadi wadah mempersatukan kepentingan kita.
Kemudian
ketiga adalah berjuang. Dalam hal ini tentunya menekankan pada bentuk praktek
secara progresif revolusioner, dimana berjuang merupakan bentuk praktek nyata
dalam meyujudkan tujuan yang telah kita cita-citakan yaitu suatu system
memanusiakan manusia dari teori yang dihasilkan dari aktivitas belajar, dan
organisasi untuk mendisiplinkan kerja-kerja agar dapat merumuskan apa yang
menjadi kebutuhan dari perjuangan kita sebagai mahasiswa dan pemuda yang
progresif revolusioner untuk melawan system kapitalisme yang semakin
teorganisir dan menindas ini. Dalam tiga rumusan ini pula, mereka-mereka
yang "canggih" dalam berdiskusi bisa saja sangat
"kedodoran"dalam praktek jika ia tidak cakap dalam mempelajari
situasi secara objektif. Anggota yang dihargai bukan hanya anggota organisasi
yang mahir mengemukakan pendapat dan memenangkan opini, tetapi juga ia yang
mampu memimpin massa rakyat. Mewujudkan apa yang didiskusikan melalui
kerja-kerja praktis adalah salah satu kemampuan yang patut dihargai dalam
organisasi. Melalui praktek langsung, anggota organisasi diuji apakah ia
benar-benar berlaku sebagaimana yang ia ceramahkan. Dalam praktek, para anggota
organisasi mahasiswa dan pemuda revolusioner berhadapan dengan kondisi objektif
yang membutuhkan penyelesaian berupa tindakan yang objektif pula dengan tidak
mengabaikan kondisi subjektifitasnya.
Ketiga
rumusan penting ini saling merasuki dan mensyaratkan, dia berjalan secara
bersama-sama. dan tentunya haruslah berkesesuaian dengan kondisi objektif
dimana kita ingin menteorikan dan mempraktekkannya, siapapun itu, baik
mahasiswa, maupun pelajar, buruh, tani, nelayan dan bahkan rakyat tertindas
secara umum bias menggunakan trilogy ini. Tanpa belajar, suatu organisasi
akan kehilangan landasan pemikiran yang kritis. Tanpa perjuangan, suatu
organisasi akan berkutat pada pemikiran subjektif dan jauh dari objektivitas,
tanpa belajar, berorganisasi, dan berjuang kita akan terombang-ambing didunia
ini dengan arah dan tujuan yang tidak jelas dan akan terpecah dengan
berkeping-keping.
Penulis
adalah anggota Front Mahasiswa Demokratik – Sentra Gerakan Muda Kerakyatan
FMD
- SGMK
0 komentar:
Posting Komentar